“Pemprov Jawa Tengah telah mengelola tarif TransJateng dengan tarif Rp4.000, kemudian adanya tarif separuh harga yaitu pada Rp2.000 untuk pelajar, mahasiswa, dan buruh,” lanjutnya.
Djoko berpendapat pengelola TransJak dan KRL Jabodetabek juga bisa membuka pendaftaran bagi warga yang mau mendapatkan tarif khusus.
Jika penumpang berprofesi buruh, selain melengkapi dokumen menunjukkan KTP, mereka juga bisa menunjukkan dokumen lainnya yaitu surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat.
Jika ada masyarakat yang ketahuan berbohong dalam menunjukkan dokumen identitasnya diharap bagi yang mengetahuinya bisa melapor atau ada petugas yang bisa memverifikasi keaslian dari dokumen tersebut.
Adapun, lanjutnya, sanksi yang dikenakan dapat berupa larangan atau blacklist menggunakan bus TransJak maupun KRL sementara waktu.
Berdasarkan dari berbagai survei lembaga, seperti LM FEUI, terhadap pengguna KRL Jabodetabek, penumpang KRL yang memiliki penghasilan Rp3juta—Rp7 juta per bulan sebanyak 63,78%.
Lalu, survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan pada 2021 juga menunjukkan penumpang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp4 juta sebulan sebanyak 56,06% dan lebih dari Rp4 juta sebanyak 43,94%.
Pengguna KRL Jabodetabek mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan paling tinggi Rp4 juta.
Rata-rata upah minimum regional (UMR) Jabodetabek mengalami penyesuaian atau kenaikan setiap tahunnya. Saat ini UMR DKI Jakarta Rp5.067.381, Kota Bogor Rp4.813.988, Kota Depok Rp4.878.612, Kota Tangerang Rp 4.760.289, Kota Tangerang Selatan Rp4.670.791, dan Kota Bekasi Rp5.343.430.
Kesimpulan pemberian tarif public service obligation (PSO) yang dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto, dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti Juli 2022, menyebutkan KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60% pengguna adalah kelompok mampu.
Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak berkorelasi terhadap penyesuaian/kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu. Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis.
Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif.
Menurut Kemenko Maritim dan Investasi pada Februari tahun 2024, sebanyak 6,704 juta penduduk di Jabodetabek membutuhkan penyediaan layanan angkutan umum setiap hari.
Jumlah penumpang angkutan umum (penumpang per hari) untuk TransJak adalah sebanyak 1,17 juta penumpang pada 2023, KRL Jabodetabek 952.000 penumpang, MRT Jakarta 278.955 penumpang, LRT Jabodebek 54.117 penumpang tahun 2023, dan LRT Jakarta 2.800 penumpang.
Potensi penduduk dilayani angkutan umum dalam radius 500 meter dari simpul mencapai 7,97 juta orang. Total dalam sehari mencapai 2,532 juta penumpang per hari.
Pemerintah melalui DIPA Kementerian Keuangan pada 2023 telah menganggarkan PSO untuk layanan transportasi kereta api sebesar Rp3,5 triliun. Sebanyak Rp1,6 triliun atau 0,48% diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.
Pada tahun yang sama, anggaran untuk bus perintis di 36 provinsi hanya diberikan Rp177 miliar, 11% dari PSO KRL Jabodetabek. Hal ini dikatakan tidak berimbang.
“Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran PSO per kereta api dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di seluruh Nusantara supaya tidak ada ketimpangan anggaran,” kata Djoko.
Belum Diputuskan
Sebelumnya, Direktur Operasi dan Pemasaran PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter Broer Rizal mengatakan perseroan telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek kepada Kemenhub sebagai regulator.
Meski begitu, dia menyebut KAI Commuter masih senantiasa menunggu hasil keputusan dari pemerintah untuk penyesuaian tarif commuter line Jabodetabek.
"Itu kebijakan dari pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub," ungkap Broer, Selasa (23/4/2024).
Di satu sisi, lanjutnya, Kemenhub juga masih belum memutuskan usulan tersebut. Dengan demikian, KAI Commuter belum dapat memastikan kapan usulan kenaikan tarif Jabodetabek terealisasikan.
"Belum diputuskan untuk bisa dilaksanakan," terang Broer.
Sebagai informasi, besaran tarif KRL Jabodetabek yang berlaku saat ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 354/2020 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO).
Dalam keputusan tersebut, telah ditentukan bahwa besaran tarif perjalanan commuter line Jabodetabek dibanderol Rp3.000 untuk 25 km pertama, dan ditambahkan Rp1.000 untuk perjalanan setiap 10 kilometer berikutnya.
(wdh)