Di sisi lain, kategori barang bawaan bukan pribadi atau barang impor yang dibawa penumpang yang bukan termasuk personal use, juga barang-barang jasa titip atau jastip, tidak masuk dalam kategori barang pribadi.
Oleh karena itu, barang tersebut tak bisa mendapatkan relaksasi dari fiskal yaitu pembebasan pajak sebesar US$500.
"Tetapi kategori bukan barang pribadi, barang impor dibawa penumpang selain barang bukan personal use termasuk jastip tidak mendapatkan pembebasan US$500 atas seluruh nilai barangnya dipungut bea masuk, PPN dan PPh pasal 22 impor," ungkapnya.
Untuk barang pribadi akan diberikan pembebasan pajak maksimal US$500. Jika terjadi selisih lebihnya bakal dipungut bea masuk 10%, PPN dan PPh Pasal 22 impor.
"Untuk barang bawaan pribadi tidak lagi dibatasi jumlah dan jenisnya, tetapi maksimal dibebaskan pajak hingga US$500. Jika terjadi kelebihan nilai maka, kelebihan itu akan dikenakan pajak,"jelasnya.
"Selisih lebihnya dipungut bea masuk flat 10%, PPN dan PPh pasal 22 impor,"lanjutnya.
Barang pribadi penumpang dikecualikan dari lartas atau aturan barang larangan dan pembatasan. Ini menganut aturan dalam Permendag No.7/2024 pada pasal 34.
"Barang nonpribadi penumpang dan awak sarana pengangkut, tidak dikecualikan dari lartas, ini contohnya jastip, ini tidak dikecualikan. Jadi wajib memenuhi lartas, sehingga kita perlu sampaikan bahwa untuk barang jastip tidak mendapat pengecualian lartas, nanti ada konsekuensi," jelasnya.
Petugas bea cukai akan menganut aturan sesuai dengan PMK 203/2017 terhadap penilaian barang bawaan penumpang. Awak sarana pengangkut tergolong sebagai barang pribadi atau nonpribadi.
(dec/del)