Pertama, masa penawaran yang berdekatan dengan bulan Ramadan dan jelang perayaan Lebaran. “Ini menyebabkan investor ritel cenderung menahan likuiditas untuk mengantisipasi kenaikan konsumsi,” jelasnya pada Bloomberg Technoz, Senin malam.
Sudah tidak adanya lagi pembatasan sosial PPKM diperkirakan akan mendorong arus mudik lebih tinggi, diperkirakan ada mobilitas 123 juta orang. Itu juga akan mengerek tingkat konsumsi masyarakat ke puncak. Alih-alih berinvestasi, masyarakat kemungkinan lebih memilih memegang uang tunai untuk mengantisipasi kenaikan pengeluaran selama musim perayaan.
Kedua, sentimen global terkait kejatuhan beberapa bank di Amerika dan Eropa juga mempengaruhi selera berinvestasi (risk appetite) investor.
Ketiga, ekspektasi terhadap dampak pengetatan moneter yang dijalankan oleh bank sentral terutama di negara-negara maju mengggiring ekspektasi yield atau tingkat imbal hasil obligasi ke depan. “Kondisi-kondisi itu membuat investor cenderung menahan diri untuk berinvestasi di SR018,” kata Dwi.
Cukup Menarik
Semua itu menjadi situasi yang kurang menguntungkan kendati SR018 sejatinya memiliki berbagai keunggulan yang menarik bagi investor, terutama para pemodal berprofil konservatif yang enggan mengambil risiko akan tetapi menginginkan instrumen dengan tingkat pengembalian di atas inflasi.
Di antaranya, penawaran kupon yang masih lebih baik dibandingkan deposito perbankan. Sebagai gambaran, kata Dwi, tingkat bunga deposito rupiah di kelompok Bank KBMI 4 seperti Bank Mandiri, BRI, BNI dan BCA, rata-rata hanya di kisaran 2%-3% (counter rate).
Walau ada peluang special rate di atas itu bagi nasabah prioritas. Yang pasti, tingkat bunga penjaminan LPS untuk bank umum maksimal di level 4,25% saat ini.
“Kalaupun ada bank-bank yang menawarkan bunga deposito hingga 7%-8% itu sangat berisiko karena melampaui batas penjaminan LPS,” kata Dwi.
Sebaliknya, SR018 walaupun termasuk instrumen investasi tapi terbilang rendah dari sisi risiko karena penerbitnya adalah negara. Risiko default atau gagal bayar kupon bisa dibilang sangat rendah selama kondisi fundamental perekonomian Indonesia baik-baik saja. Sukuk ritel SR018 menawarkan imbal hasil cukup tinggi yaitu 6,25% untuk SR018-T3 dan 6,40% untuk SR018-T5.
Selain itu, SR018 juga bisa dijual/diperdagangkan di pasar sekunder setelah melewati tiga kali jadwal pembayaran kupon. Dengan fitur itu, investor berpeluang mendapatkan keuntungan penjualan (capital gain) ketika melepas SR018 di harga tinggi di pasar sekunder.
Ekspektasi penurunan bunga acuan BI7DRR seiring inflasi yang melandai juga bisa membuat SBN ritel tradable berpeluang naik harganya di pasar sekunder. Ketika investor menjualnya di atas par, mereka bisa mengantongi keuntungan (capital gain).
Ini berbeda dengan SBN ritel yang diterbitkan sebelumnya yaitu Saving Bond Ritel SBR012 yang tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Alias harus dipegang hingga jatuh tempo.
Momentum Bunga Tinggi
Namun, kendati tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder, kenyataannya SBR012 mendapatkan animo yang luar biasa tinggi ketika ditawarkan pada Februari lalu. Tercatat nilai penawaran masuk mencapai Rp 22 triliun, melampaui target yang ditetapkan Rp 20 triliun.
Menurut Dwi, animo terhadap SBR012 yang tinggi ketika itu tidak bisa dilepaskan dari tren bunga acuan BI7DRR yang tengah tinggi. “Dengan tren kenaikan BI7DRR menjadi menarik bagi investor yang berpandangan bahwa instrumen seperti SBR012 bisa memitigasi kenaikan inflasi dan yield obligasi ke depan. Jadi, investor memanfaatkan momentum saat bunga acuan berada di level tertinggi sejak Juli 2019 sedangkan BI diperkirakan tidak akan agresif lagi menaikkan BI7DRR,” jelas Dwi.
SBR012 ditawarkan dalam dua cabang yaitu SBR012-T2 bertenor dua tahun dengan imbal hasil 6,15% dan SBR012-T4 bertenor empat tahun dengan imbal hasil 6,35%. Surat utang pemerintah itu memberikan kupon dengan skema floating with floor.
Artinya, tingkat kupon yang diberikan menjadi batas minimal di mana ketika ada di depan ada kenaikan bunga acuan BI7DRR maka kuponnya akan disesuaikan mengikuti kenaikan tersebut.
(rui)