masih kuatnya ekonomi AS tersebut, menurut Sri Mulyani, diikuti dengan laju inflasi yang masih tinggi dan meningkat pada beberapa bulan terakhir, telah mendorong potensi penundaan dimulainya pemungkasan suku bunga kebijakan oleh Federal Reserve. "Ini artinya higher for longer terjadi di AS," tegas Sri Mulyani.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan melambat dari 5,2% pada 2023 menjadi 4,6% pada 2024.
Pada april 2024, dinamika ekonomi keuangan global mengalami perubahan sangat cepat, dengan kecenderungan ke arah negatif. Ini akibat eskalasi perang di Timur Tengah dan ketegangan geopolitik yang semakin tinggi.
Kebijakan moneter AS yang cenderung mempertahanakan suku bunga highfer for longer dan penundaan pemasngkasan suku bunga kebijakan, serta tingginya yield obligasi AS telah menyebabkan terjadinya arus modal portfolio ke luar dari negara-negara berkembang pindah ke AS.
"Hal ini menyebabkan penguatan mata uang dolar AS, dan melemahnya nilai tukar berbagai mata uang dari berbagai negara," tutur Sri Mulyani.
(lav)