Selain itu, Hardy juga mengatakan bahwa saat ini pemerintah juga masih belum menentukan formula harga jual BBM berbasis gula itu. Hal itu, kata dia, dapat berpotensi adanya monopoli harga ke depan.
"Nanti bisa semena-mena buyer-nya," kata dia.
Sebagai perusahaan agribisnis, TBLA sendiri saat ini juga telah memproduksi BBM berbasis kelapa sawit atau biodiesel.
Berdasarkan laporan tahunannya, perusahaan tercatat telah memproduksi biodiesel sebanyak 390 ribu kiloliter (kl). Capain itu meningkat 15% dari realisasi tahun sebelumnya atau 2022 yang sebanyak 337 ribu kl.
Di sisi lain, melansir laman resminya, TBLA sendiri juga mengelola perkebunan tebu yang berlokasi di Lampung seluas 14.197 Hektare (Ha). Perusahaan juga masih memiliki lahan terbuka sebesar 17.186 Ha.
Pengembangan Bioetanol
Pemerintah saat ini tengah berencana untuk mengembangkan BBM bioetanol, dan menambah bauran hingga 20% pada 2025.
Peningkatan bauran bioetanol dilakukan sebagai upaya persiapan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan pengganti Pertalite dan Pertamax.
“Mengacu ke Permen ESDM No. 12/2015, tahapan minimal kewajiban pemanfaatan bioetanol diatur 5% pada 2020 dan naik 20% pada 2025,” ujar Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman saat dihubungi, belum lama ini.
Selain itu, pemerintah juga telah resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2024, yang diketuai oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Pemerintah juga tengah menyiapkan lahan sebesar 2 juta Ha yang berlokasi di Merauke, Papua Selatan, yang ditujukan untuk perkebunan tebu hingga industri dan pabrik pengolahannya.
(ibn/dhf)