Kemarin dini hari waktu Indonesia, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve mengumumkan hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC). Hasilnya, suku bunga acuan kembali ditahan di 5,25-5,5%. Ini adalah level tertinggi dalam 22 tahun terakhir.
“Saya tidak tahu butuh waktu berapa lama. Saya hanya bisa bilang, saat kami mendapatkan keyakinan maka suku bunga bisa turun, dan saya belum tahu kapan itu terjadi,” tegas Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell, seperti diwartakan Bloomberg News.
Dalam rapat Maret, Powell menyebut Federal Funds Rate sudah layak (appropriate) untuk diturunkan “tahun ini”. Namun kalimat itu tidak terulang lagi.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas sebenarnya masih menghuni zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 50,96. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Namun RSI emas tipis saja di atas 50. Oleh karena itu, boleh dibilang netral, tidak terlalu bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI berada di 12,23. Sudah di bawah 20, tergolong jenuh jual (oversold).
Jadi dalam waktu dekat, harga emas bisa bangkit walau terbatas. Target resisten terdekat adalah US$ 2.309/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.318/troy ons bisa menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target support terdekat adalah US$ 2.293/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas turun lagi menuju US$ 2.264/troy ons.
(aji)