Harga saham First Republic Bank pun mengalami reli setelah Bloomberg mengabarkan otoritas AS mempertimbangkan untuk memperluas fasilitas pinjaman darurat. Ini akan memberi waktu bagi perseroan untuk memulihkan neraca mereka.
“Tidak diragukan lagi bahwa sejauh ini respons yang dilakukan sudah berhasil mencegah situasi menjadi semakin buruk. Kepercayaan akan pulih secara bertahap, sepanjang tidak ada lagi bank yang mengalami kesulitan,” sebut Craig Erlam, Senior Market Strategist Oanda, dalam risetnya.
Seema Shah, Chief Global Strategist di Principal Asset Management, mengatakan kepada Bloomberg TV bahwa saham-saham di bursa AS sudah terlalu mahal dan kurang menarik.
“Jika Anda melihat ke luar AS, maka valuasinya lebih murah. Sedikit yang bisa membuat pasar AS terlihat menarik saat ini,” katanya.
Pelaku pasar masih gugup dalam menghadapi arah kebijakan suku bunga Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang kemungkinan akan bertahan tinggi dalam waktu lama atau higher-for-longer. Kalau ini terjadi, maka kemungkinan resesi akan meningkat.
Walau begitu, perkembangan di pasar saham sepertinya menunjukkan penurunan akan ketakutan terhadap resesi. Indeks S&P 500 dan Nasdaq 100 menguat dalam 2 pekan terakhir.
Marko Kolanovic, Chief Strategist JPMorgan, menyebut bahwa kuartal I-2023 “sepertinya akan menandai kenaikan pasar saham”. Namun dirinya merekomendasikan investor tetap mengambil posisi defensif.
Michael Wilson, Strategist Morgan Stanley, juga hati-hati dalam melihat pasar saham. Menurutnya, proyeksi laba dan valuasi perlu diturunkan.
Di Asia, pemulihan ekonomi China setelah pencabutan kebijakan zero Covid-19 masih belum sepenuhnya terjadi. Indeks agregat dari 8 indikator yang dikompilasi Bloomberg menunjukkan posisi stabil pada Maret 2023 dibandingkan bulan sebelumnya.
Keyakinan dunia usaha dan pasar perumahan membaik, tetapi proyeksi ekonomi global lebih suram karena guncangan di sektor keuangan.
(bbn)