Dalam kaitan itu, BMI — lengan riset dari Fitch Solutions Company — memproyeksikan rerata harga nikel untuk tahun ini akan bertengger di US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton.
Sementara itu, tembaga kembali menjauhi level US$10.000/ton. Pada penutupan perdagangan Rabu, tembaga melemah 0,96% menjadi US$9.895/ton.
Angka ini mengalami penurunan setelah sebelumnya menyentuh level US$10.135/ton pada penutupan perdagangan Senin.
Proyeksi kebutuhan tembaga dunia di tengah proses transisi energi ramah lingkungan terbukti membantu mendorong harga logam kabel itu ke level tertinggi dalam 2 tahun terakhir. Akan tetapi, sebuah laporan baru menyoroti risiko terhadap pasokan tembaga pada masa depan akibat perubahan iklim.
Riset dari PricewaterhouseCoopers LLP menyebut, dalam skenario rendah emisi yang optimistis pada 2050, lebih dari separuh tambang tembaga dunia akan berada di wilayah yang terkena risiko kekeringan yang dianggap signifikan, tinggi, atau ekstrem.
Untuk dua logam transisi energi lainnya – litium dan kobalt – paparan kekeringan bahkan lebih tinggi yaitu 74%, demikian temuan studi tersebut.
Harga tembaga telah menguat dalam beberapa bulan terakhir hingga melampaui US$10.000/ton, dipicu oleh kekhawatiran akan kekurangan pasokan karena pertambangan kesulitan memenuhi meningkatnya permintaan kendaraan listrik, infrastruktur jaringan listrik, dan pusat data.
Terakhir, aluminium melemah 0,54% menjadi US$2.577/ton.
(dov/wdh)