Investor memanfaatkan sentimen yang masih negatif kala lelang dilangsungkan dengan meminta yield tinggi sampai 8% untuk seri tenor panjang, meski tidak dimenangkan dan pemerintah akhirnya menyerap di bawah target indikatif Rp23 triliun.
Pada pembukaan pasar pagi ini, yield SUN terlihat bergerak turun menandakan minat beli yang berlangsung. Yield SUN 2Y turun ke 7,065%, lalu tenor 5Y kini di 7,127% dan 10Y bergerak ke 7,232% pada Kamis (2/5/2024), pukul 09:33 WIB.
Perbaikan Perlahan
Meski ada peluang perbaikan sentimen, kebangkitan pasar surat utang RI sepertinya belum akan seketika mengingat secara umum sentimen global masih belum sepenuhnya positif.
Semalam, pasar Treasury mencetak reli dipimpin oleh tenor pendek 2Y yang imbal hasilnya turun di bawah 5%. Sedangkan tenor 10Y turun 5 bps ke 4,63%. Namun, kebangkitan Treasury tidak diikuti oleh kenaikan harga obligasi di pasar negara maju dengan indeks harga surat berharga negara di pasar developed market ditutup melemah kemarin. Sementara indeks harga obligasi di pasar negara berkembang juga masih ditutup turun.
Selain itu, pasar juga sepertinya masih tertahan minatnya menimbang prospek kebijakan fiskal Indonesia ke depan di bawah pemerintahan baru hasil Pemilu 2024.
Di awal tahun ketika sentimen global masih positif pasca sinyal dovish The Fed pada Desember, tekanan sejatinya sudah berlangsung di pasar surat utang terbitan pemerintah RI.
Ketika itu, sentimen Pemilu 2024 masih menahan animo investor. Setelah hasil Pemilu 2024 didapatkan, animo asing juga masih belum kembali. Bahkan semakin susut. Penyebabnya, kekhawatiran terhadap prospek kebijakan fiskal pada pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 di mana ada potensi bolong defisit yang kian besar akibat berbagai rencana program populis seperti makan siang gratis.
Pada saat yang sama, tren penurunan kinerja ekspor juga memperkecil nilai surplus neraca dagang, memberi tekanan lebih besar pada fundamental pasar dolar AS. Transaksi berjalan yang sudah defisit pada 2023 diprediksi semakin lebar defisitnya tahun ini dan memicu terjadinya defisit kembar pada lini fiskal dan current account.
Asing Belum Kembali
Bank Indonesia mencatat, selama 2024 ini hingga 25 April lalu, pemodal asing di Indonesia mencatat posisi jual bersih SBN sebesar Rp47,26 triliun. Selama empat hari perdagangan saja, 22-25 April, asing melepas Rp2,08 triliun.
Pada 29 April, asing kembali melepas US$239,6 juta SBN menurut laporan Kementerian Keuangan. Nilai penjualan itu setara dengan Rp3,88 triliun, angka penjualan asing tertinggi setidaknya sejak 26 Maret lalu.
Asing sejauh ini menguasai sekitar 14% SBN di pasar sekunder. Kepemilikan terbesar masih oleh perbankan lokal dan industri asuransi, dana pensiun serta aset manajemen. Selain juga dipegang oleh bank sentral.
Dibanding sebelum pandemi, kepemilikan asing itu masih jauh lebih kecil karena pada 2019 porsi penguasaan investor asing di SBN bisa mencapai 40%.
Selama bulan lalu, harga obligasi rupiah terjun. Sentimen global yang memburuk terkait arah bunga acuan Federal Reserve, telah memicu aksi jual masif di pasar obligasi domestik bulan lalu. Tingkat imbal hasil melesat ‘sundul langit’ tertekan aksi jual yang tak terjeda sejak awal tahun.
Mengacu data Bloomberg, selama sebulan terakhir hingga akhir April lalu, lonjakan yield Surat Berharga Negara (SBN) mencatat angka eksepsional di semua tenor di mana yield 10Y sudah sempat menyentuh 7,25%.
(rui/aji)