"Kalau terjadi kekurangan pasokan [CPO], maka akan terjadi kenaikan harga [minyak nabati] di dunia. Harga di dunia naik termasuk minyak kelapa sawit, harga dalam negeri juga naik. Jangan sampai kebijakan [kenaikan mandatori biodiesel] ini tidak kondusif lagi [bagi industri CPO Indonesia]," sambungnya.
Lebih lanjut, Eddy menyebut target mandatori B50 sebenarnya tidak serta-merta salah. Hanya saja, menurutnya, target tersebut tidak dikalkulasikan secara komprehensif, termasuk kaitannya dengan dampak terhadap kinerja ekspor sektor sawit.
Untuk itu, dia pun meminta agar pemerintah nantinya lebih bijak dalam menetapkan keseimbangan CPO untuk penggunaan program biodiesel dan kebutuhan lainnya.
"Kalau saya lihat, B35 ini sudah oke dengan produksi kondisi seperti ini, kalau B40 mesti dilihat lagi seperti apa. Jangan sampai benar-benar diterapkan, apalagi ada informasi [akan naik sampai ke] B50. Itu pasti akan mengurangi porsi ekspor [CPO] kita," tekannya.
Sebagai informasi, komposisi B35 terdiri dari 35% bahan bakar nabati (BBN) dan 65% solar. B35 sendiri mulai bisa digunakan masyarakat umum per 1 Februari 2023, dengan alokasi kebutuhan sebesar 13 juta kl/tahun. Sementara itu, untuk penaikan mandatori menjadi B40, dibutuhkan produksi biodiesel sebanyak 15 juta kl/tahun.
Adapun, target untuk menaikkan mandatori B40 menjadi B50 bermula dari janji kampanye presiden terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan Indonesia bisa swasembada energi melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur berbasis sawit, serta bioetanol berbasis tebu dan singkong, berikut sumber energi hijau lainnya.
Prabowo pun menargetkan pada 2029 Indonesia dapat melakukan program B50 dan bioetanol E10.
Menurut catatan Gapki, realisasi produksi CPO per Februari 2024 mencapai 3,88 juta ton, terkontraksi 8,24% dari bulan sebelumnya atau secara month to month (mtm), tetapi naik 4,38% dari Februari 2023 atau secara year on year (yoy).
"Konsumsi juga terjadi penurunan 4,72% [mtm menjadi 1,84 juta ton], tetapi secara year on year positif 2,57%," ujar Eddy.
Di sisi lain, volume ekspor CPO pada bulan tersebut mencapai 1,80 juta ton alias mengalami penurunan cukup drastis sebesar 26,48% mtm dan 2,68% yoy.
(prc/wdh)