Bloomberg Technoz, Jakarta - Bursa Saham Wall Street kembali melanjutkan tren turun hingga ambles 1% lebih. Tiga indeks utama di Bursa ini kompak mengalami pelemahan di perdagangan semalam, Selasa (30/4/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, Nasdaq terjungkal paling dalam, dengan kejatuhan 325,25 poin atau setara dengan 2,04% ke level 15.657,82. Kemudian, S&P 500 terperosok 80,87 poin atau setara 1,57% ke posisi 5.035,68.
Kemudian, Dow Jones melemah 570,16 poin atau setara 1,49% ke level 37.815,92. Sementara, MSCI World Index terbenam 47,74 poin atau setara 1,25% ke posisi 3.305,3.

Bursa Saham AS tertekan imbas pergerakan saham-saham energi, yang juga diperberat oleh saham-saham teknologi.
Pada saat yang bersamaan, Indeks S&P 500 turun paling dalam sejak Januari usai terjadi lonjakan di Indeks Biaya Tenaga Kerja Amerika Serikat yang diawasi secara ketat oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memperkuat taruhan para pejabat akan mempertahankan suku bunga yang tidak berubah di level tertinggi dalam dua dekade.
Situasi itu berkebalikan dengan hari sebelumnya, ketika pasar menanti pidato pejabat The Fed dengan optimisme. Semua berubah usai terbitnya data survei penting, di mana Indeks Kepercayaan Konsumen AS semakin melemah pada bulan April, yang mengalami bulan terburuk sejak September.
Bila Pasar RI buka
Apabila pasar saham Indonesia buka hari ini, kemungkinan IHSG juga akan bergerak melemah, searah dengan yang terjadi di Wall Street tersengat sentimen gelagat atas respons pasar menanti pengumuman The Fed terkait suku bunga acuan, yang tidak mungkin akan menurunkannya dalam waktu dekat, Higher for Longer.
Pasar keuangan Indonesia tutup, libur Bursa memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) pada Rabu, 1 Mei 2024.
Adapun Perdagangan Bursa akan kembali berlangsung mulai Kamis, 2 Mei 2024.
"Pasar berada dalam mode ketakutan penuh" jelang pemaparan The Fed, kata Andrew Brenner di NatAlliance Securities.
"Suku bunga tidak akan turun dalam waktu dekat, dan ekuitas mengalami kesulitan untuk menjustifikasi harga-harganya,” jelasnya.
Sebuah survei yang dilakukan oleh 22V Research menunjukkan hanya 16% investor yang disurvei mengharapkan reaksi "Risk-On" terhadap keputusan Fed pada Rabu, 44% mengatakan "Risk-Off," dan sisanya, 40% "Diabaikan/campuran."
Penghitungan tersebut juga mengungkapkan bahwa dua pertiga responden masih ‘Mengharapkan’ atas perkiraan penurunan suku bunga pada tahun 2024.
"Dengan data inflasi yang terus mengejutkan, narasi bahwa semua kejutan ini disebabkan oleh 'One-Off' pada komponen individu menjadi lebih sulit untuk dipertahankan," kata Joe Davis di Vanguard.
"Waktu akan menjawabnya, tetapi data menunjukkan bahwa apa yang kita sebut 'Pendaratan yang ditangguhkan' lebih mungkin terjadi daripada 'Pendaratan lunak/Soft Landing' yang telah lama diantisipasi,” tambahnya.
(fad)