Pertamina juga mengonfirmasi keterlibatannya di Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan; sesuai dengan mandat Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2024.
John mengatakan perseroan bakal berperan dalam menyediakan etanol yang merupakan bahan baku dari bahan bakar bioetanol, yakni Pertamax Green.
Namun, John mengatakan, perseroan masih belum memastikan tingkat research octane number (RON) dari Pertamax Green yang diproduksi dari sumber daya di Merauke, yang nantinya bakal digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) Pertalite atau Pertamax.
“Pemerintah mengharapkan ada bauran dengan etanol, etanol akan disuplai dari kami. Masih kita lihat [RON 95 atau 92] mana yang paling baik. Namun, yang jelas nanti akan dicampur, kita juga masih mikir, 10%, 15% atau 20%? masih kita diskusikan,” ujar John.
Pertamina, yang berperan untuk menyediakan etanol, tentu harus melakukan perencanaan untuk produksi etanol dalam jangka pendek hingga panjang.
“Jadi kita harus menanam tanamannya, tebu atau singkong, atau molasses, atau jagung. Itu cari yang paling cocok lah ya, tetapi nanti kita produksikan,” ujarnya.
Adapun, penyediaan etanol salah satunya berasal dari lahan tebu di Merauke seluas 2 juta hektare (ha) yang disiapkan oleh Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Namun, Pertamina bakal mencari lahan yang bisa segera digunakan untuk produksi etanol, sebagai solusi jangka pendek. Nantinya, perseroan juga bakal mengembangkan peta jalan produksi etanol dalam jangka menengah dan panjang.
Harapannya, John mengatakan, Pertamina bisa segera menyediakan etanol kepada pemerintah. “Sesegera mungkin, mudah-mudahan [tahun ini].”
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengonfirmasi pemerintah bakal menambah bauran bioetanol hingga 20% pada 2025.
Adapun, peningkatan bauran bioetanol dilakukan sebagai upaya persiapan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan pengganti Pertalite dan Pertamax.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan rencana tersebut mengacu kepada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 12/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.
“Mengacu ke Permen ESDM No. 12/2015, tahapan minimal kewajiban pemanfaatan bioetanol diatur 5% pada 2020 dan naik 20% pada 2025,” ujar Saleh saat dihubungi Bloomberg Tecnoz.
(dov/wdh)