Logo Bloomberg Technoz

Dalam kaitan itu, Pertamina bakal mengejar target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengganti mengganti Pertalite atau Pertamax dengan BBM bioetanol pada 2027.

Produksi Bahan Baku 

Pertamina, yang berperan untuk menyediakan etanol, tentu harus melakukan perencanaan untuk produksi etanol dalam jangka pendek hingga panjang.

“Jadi kita harus menanam tanamannya, tebu atau singkong, atau molasses, atau jagung. Itu cari yang paling cocok lah ya, tetapi nanti kita produksikan,” ujarnya.

Adapun, penyediaan etanol salah satunya berasal dari lahan tebu di Merauke seluas 2 juta hektare (ha) yang disiapkan oleh Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Namun, Pertamina bakal mencari lahan yang bisa segera digunakan untuk produksi etanol, sebagai solusi jangka pendek.

Nantinya, perseroan juga bakal mengembangkan peta jalan produksi etanol dalam jangka menengah dan panjang.

Harapannya, John mengatakan, Pertamina bisa segera menyediakan etanol kepada pemerintah. “Sesegera mungkin, mudah-mudahan [tahun ini].” 

Perkebunan tebu./Bloomberg-Valeria Mongelli

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengonfirmasi pemerintah bakal menambah bauran bioetanol hingga 20% pada 2025.

Adapun, peningkatan bauran bioetanol dilakukan sebagai upaya persiapan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan pengganti Pertalite dan Pertamax.

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan rencana tersebut mengacu kepada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 12/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain.

“Mengacu ke Permen ESDM No. 12/2015, tahapan minimal kewajiban pemanfaatan bioetanol diatur 5% pada 2020 dan naik 20% pada 2025,” ujar Saleh saat dihubungi Bloomberg Tecnoz

Saleh mengatakan, bauran bioetanol tersebut bakal meningkat menjadi 20% untuk transportasi yang mendapatkan subsidi atau public service obligation (PSO).  Sementara itu, bauran bioetanol sebesar 10% hingga 20% bakal diterapkan untuk transportasi non-PSO.

Nantinya, etanol – yang merupakan bahan baku bauran bioetanol – bakal dicampur dengan Pertalite untuk penggunaan bioetanol bagi kendaraan PSO. Sementara itu, kendaraan non-PSO bakal menggunakan bauran antara etanol dengan Pertamax.

“Kalau PSO dicampur Pertalite, kalau non-PSO [dicampur] Pertamax ke atas,” ujar Saleh. 

Menurut Saleh, campuran etanol ke bensin hingga melampaui tingkat 20% bakal berdampak sangat baik. Namun, penerapannya tentu harus disesuaikan dengan kesiapan sektor otomotif untuk campuran E20 ke atas. 

Selain itu, Saleh menggarisbawahi Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah untuk pembuatan bioetanol. 

(dov/wdh)

No more pages