Deposit tembaga baru makin sulit dan mahal untuk diekstraksi, sementara meningkatnya pengawasan terhadap isu-isu lingkungan dan sosial juga menghambat investasi.
Gangguan terkait dengan iklim akan menambah risiko pasokan tembaga. Meskipun dampak kenaikan suhu dan perubahan pola cuaca sudah banyak diketahui pada komoditas pertanian, dampaknya terhadap mineral masih belum banyak diketahui.
Tambang tembaga di Zambia menghadapi kekurangan pasokan listrik karena kekeringan yang melanda instalasi pembangkit listrik tenaga air. Di Cile, kekurangan air telah menghambat produksi tembaga dalam beberapa tahun terakhir karena industri tersebut berinvestasi dalam penggunaan air laut.
Untuk masing-masing sembilan komoditas dalam studi PwC, setidaknya 40% pasokan global dihasilkan tidak lebih dari tiga negara. Dalam kasus tembaga, Cile, Peru dan China menyumbang lebih dari separuh produksinya.
“Artinya, jika perubahan iklim mengganggu, dampaknya akan tidak proporsional karena kita tidak terkena dampaknya,” kata Emma Cox, pemimpin iklim global di PwC Inggris, dalam sebuah wawancara. “Saya rasa tidak semua orang memahami ketergantungan dan dampak perubahan iklim pada masa depan.”
(bbn)