"Jadi apapun bentuknya nanti, apakah pisah atau di bawah (Kemenkeu jadi makin baik)," jelasnya.
Dalam kesempatan berbeda, DPR kembali mendesak pemerintah untuk memisahkan DJP dengan Kemenkeu agar penerimaan pajak lebih optimal di masa mendatang.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, juga mendukung rencana tersebut dan menyatakan bahwa pemisahan DJP dari Kemenkeu sudah ada dalam visi-misi kampanye Presiden Joko Widodo pada 2014.
Menurutnya, pemisahan ini bertujuan agar DJP dapat menjadi institusi yang lebih mandiri dan efektif seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia.
Beberapa anggota Komisi XI Fraksi Partai Gerindra DPR RI dan Fraksi PDI Perjuangan juga menilai wacana pemisahan tersebut menarik dan sudah termasuk dalam Program Nawacita (2015-2019).
Namun, ada juga yang menilai bahwa pemisahan ini harus melalui kajian terlebih dahulu, terutama terkait dengan masalah mental korupsi yang terdapat pada pegawai DJP.
Selain itu, alasan lainnya adalah kelembagaan baru sering memimbulkan masalah koordinasi sehingga harus diantisipasi.
Wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu memang bukan hal baru. Terakhir, wacana ini bergulir kala Bambang PS Brodjonegoro menjabat sebagai Bendahara Negara.
Bahkan pemerintah kala itu sempat mengajukan rencana amandemen UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam beleid tersebut, Badan Penerimaan Pajak (BPP) direncanakan mulai berfungsi pada 1 Januari 2017.
Namun rencana amandemen UU KUP tidak kunjung terlaksana. Akhirnya BPP belum terbentuk sampai saat ini.
(evs)