Oleh karena itu, sangat wajar jika harga emas kemudian mundur teratur. Konsolidasi sehat harus terjadi untuk menjaga agar tidak terjadi gelembung (bubble).
Selain itu, pasar juga mencemaskan soal prospek penurunan suku bunga acuan, terutama di Amerika Serikat (AS). Inflasi Negeri Paman Sam yang masih tinggi membuat bank sentral Federal Reserve sulit menurunkan suku bunga acuan.
“Awalnya pasar mengantisipasi setidaknya ada penurunan Federal Funds Rate 2 kali tahun ini. Namun sepertinya suku bunga masih akan tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer),” tegas Jateen Trivedi, VP Research Analyst di LKP Securities, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas menjadi kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas sudah kembali masuk zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 57,87. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI tercatat 12,76. Di bawah 20 yang berarti memang sudah jenuh jual (oversold).
Dua hal tersebut memberi sinyal bahwa harga emas siap naik. Target resisten terdekat adalah US$ 2.341/troy ons. Jika tertembus, maka US$ 2.373/troy ons berpotensi menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target support terdekat ada di US$ 2.328/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas turun menuju US$ 2.317/troy ons.
(aji)