Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia, Royke Tumilaar angkat bicara ihwal kondisi perkembangan geopolitik, yang juga turut menyebabkan gejolak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam kaitan itu, Royke mengatakan jika emoten perbankan pelat tersebut senantiasa akan terus menganalisa semua perkembangan secara cermat guna dapat mengambil keputusan bisnis yang tepat.
Dia pun menggarisbawahi jika gejolak tersebut, yang dikhawatirkan turut menyebabkan tekanan inflasi, kondisi makro ekonomi Indonesia yang tetap sehat dan stabil.
"Kami yakin bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan akan terus mendukung pertumbuhan bisnis BNI secara berkelanjutan," ujarnya dalam konferensi secara virtual, Senin (29/4/2024).
Royke menjelaskan, BNI telah melakukan langkah–langkah prudent dan strategis dalam mengelola kondisi likuiditas terutama pendanaan valas melalui penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan kebijakan pricing yang efisien.
Selain melalui sumber DPK, kata dia, Bank BNI juga turut memanfaatkan positioning yang kuat di pasar Internasional untuk memperoleh alternatif pendanaan lain yang lebih luas.
Hal itu tecermin dengan aksi perseroan yang menerbitkan obligasi global senilai US$500 juta atau sekitar Rp7,95 triliun 5 April 2024. Penerbitan obligasi global tersebut dilakukan sebelum terjadi fluktuasi nilai tukar US$ terhadap rupiah, sehingga BNI memperoleh harga yang optimal.
"Penerbitan obligasi global dengan tenor 5 tahun ini mendapat respon positif dari investor global, ditandai dengan kelebihan permintaan atau oversubscribed hingga 6,4 kali dari rencana nilai yang diterbitkan," tuturnya.
Selin itu, tingginya kepercayaan investor global tersebut juga membuat BNI dapat menekan yield obligasi yang hanya dikisaran 5,2% saat bookbuilding dilakukan.
"Selain itu, BNI juga menerapkan manajemen risiko yang ketat dengan melakukan stress test terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia mulai dari pergerakan nilai tukar hingga suku bunga ke depan."
(ibn/spt)