"Indeks yang kami miliki menunjukkan, hal itu [pernyataan] hanya akan menghapus fraksi dari stimulus yang dilepaskan melalui pernyataan pivot pada Desember lalu. Itu juga berarti, akan ada hal yang dilakukan lagi untuk membawa inflasi kembali dalam kendali. Kami berpikir itu artinya ke depan akan semakin banyak pernyataan hawkish yang keluar, yang mendukung pergerakan imbal hasil yang naik belakangan ini dan mungkin segera setelah FOMC The Fed pekan ini," jelas Wong dan Hallmark dalam laporan yang dikutip hari ini, Senin (29/4/2024).
Teori resiliensi
Bloomberg Economics dalam pandangannya setahun lalu, sama dengan konsensus pasar, menilai, harga yang harus dibayar untuk mengendalikan inflasi luar biasa Amerika adalah resesi di mana kondisi itu diperkirakan akan terjadi sebelum akhir 2023. Namun, hal itu tidak terjadi.
Pertumbuhan ekonomi AS pada separuh kedua tahun lalu melaju kencang bahkan ketika Produk Domestik Bruto kuartal 1-2024 meleset dari ekspektasi, ekspansi penjualan perusahaan dan rumah tangga AS masih mencatat pertumbuhan 3,1%, mencerminkan perekonomian Amerika terus melemah di awal tahun ini.
"Intinya, data PDB mengonfirmasi bahwa sisi riil perekonomian tetap sehat akan tetapi sisi nominal terlalu 'panas'," kata Jason Furman, mantan Kepala Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih dalam cuitannya di platform X.
Ada tiga kemungkinan penjelasan mengapa prediksi menjadi kabur. Yang pertama, ini adalah yang dikemukakan pendukung Teori Moneter Modern, yakni suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan pendapatan konsumen. Bila hal itu benar, maka kenaikan bunga The Fed justru menjadi pendorong pertumbuhan alih-alih menghambat, juga jawaban atas inflasi yang tinggi adalah penurunan bunga.
Itu adalah ide provokatif yang telah menarik minat pasar. Namun, hal tersebut sulit didukung teori atau data. Data ekonomi menunjukkan, pendapatan bunga bersih telah menghambat daya beli.
Kemungkinan kedua, potensi pertumbuhan AS dan tingkat bunga yang diperlukan untuk meredam inflasi sama-sama telah meningkat. "Bisa jadi kita memiliki tingkat bunga netral yang lebih tinggi," kata Gubernur The Fed Cleveland Loretta Mester, pada Maret lalu.
Jika itu yang terjadi maka kenaikan bunga The Fed sebesar 525 basis poin sejak Maret 2022 tidak cukup untuk mengendalikan inflasi. Amerika butuh lebih banyak lagi kenaikan bunga.
Secara teori, hal itu mungkin terjadi. Selama tiga tahun terakhir, jutaan imigran telah datang ke Amerika dan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Kebijakan industri yang dilancarkan oleh Presiden Joe Biden bertujuan untuk mendorong kebangkitan manufaktur buatan Amerika. Kehadiran artificial intelligence memberi prospek perubahan besar dalam produktivitas.
Namun, pada praktiknya, ide itu juga hanya mendapat dukungan sedikit dari data. Butuh waktu lebih lama dari para imigran untuk berintegrasi ke dalam angkatan kerja AS. Pertumbuhan investasi ada di bawah tren. Lonjakan produktivitas yang didorong oleh AI juga masih terdengar seperti fiksi ilmiah ketimbang fakta.
Pada akhirnya, tersisa penjelasan ketiga yang menurut para ekonom Bloomberg adalah yang paling masuk akal: pivot Powell pada Desember kemarin.
Pasca FOMC Desember 2023, Powell melempar nada yang sangat dovish dan mengejutkan pasar. Dalam pernyataannya Desember itu, Powell mengakui bahwa Komite Fed telah membahas kondisi penurunan suku bunga dan tidak perlu menunggu hingga inflasi ke 2% untuk memulai pivot penurunan.
Namun, sampai saat ini The Fed belum mengubah kebijakannya, FFR masih ditahan. Akan tetapi, pernyataan Powell kini telah berubah dan mengirimkan sinyal penting.
Indeks sentimen The Fed
Bloomberg Economics menyusun indeks sentimen The Fed yang didasarkan pada algoritma pemrosesan bahasa alami yang dilatih membaca judul pidato The Fed dan konferensi pers dan menilainya dalam skala ultra hawkish hingga super dovish. Setelah konferensi pers Desember, indeks sentimen bergerak dovish menunjukkan bahwa The Fed semakin dekat melakukan pivot penurunan bunga pertama. Reaksi pasar saat itu, yield Treasury 2Y turun dari 4,7% menjadi 4,1% segera setelah sinyal Powell tersebut.
"Dorongan stimulus [dari pernyataan dovish Powell] lebih besar daripada sinyal dovish sebelumnya saat keruntuhan Silicon Valley pada Maret 2023," jelas ekonom Bloomberg.
Tanpa itu, AS Resesi
Nah, apa yang terjadi bila Powell tidak melempar sinyal dovish pada Desember lalu? Mustahil untuk mengatakannya dengan pasti. Namun, ekonom berpandangan, AS sedang menuju resesi.
Data pada saat itu memperlihatkan, rata-rata pengangguran dalam tiga bulan meningkat dari level terendah 3,5% pada awal 2023 menjadi 3,8% pada Oktober 2023. Beige Book The Fed mengonfirmasi gambaran suram itu. Angka penggajian tampak kuat, akan tetapi memperlihatkan potensi terjadi revisi ke level lebih rendah sebelum dilansir 2025 nanti.
"Pivot Powell terjadi pada saat yang tepat dan terjadi dengan kekuatan yang cukup untuk mencegah spiral penurunan. Sayangnya, kini ada harga yang harus dibayar. Memberi dorongan baru pada pertumbuhan ekonomi juga berdampak yang sama pada inflasi. Kami perkirakan pivot Powell menambah sekitar 0,5 poin persentase pada inflasi sepanjang tahun ini," jelas ekonom Bloomberg.
Hal itu juga yang menjelaskan mengapa angka inflasi sepanjang taun ini berada di atas ekspektasi konsensus pasar. Memang benar, kejutan positif data terutama dari sektor keuangan sebagai sektor yang paling cepat merespon sinyal The Fed. Hal itu juga yang menjadi alasan ekonom memprediksi inflasi inti tahun ini akan berada di atas 3% pada akhir tahun nanti, naik dari 2,8% pada Maret dan bahkan semakin menjauhi target The Fed 2%.
Pernyataan Powell pada Desember telah menjaga perekonomian AS tetap di jalur menuju soft landing. Sebagai risiko, karena pedal pertumbuhan telah dihidupkan dan memicu reakselerasi inflasi, reputasi Powell bisa terpuruk.
Tidak mengejutkan bila kini Powell mulai melempar nada hawkish dengan pernyataan di acara IMF, "Data terkini jelas tidak memberikan kita kepercayaan lebih besar terhadap disinflasi. The Fed dapat mempertahankan suku bunga stabil selama diperlukan untuk mengembalikan inflasi sesuai target," jelas Powell.
Lantas, apakah dengan demikian The Fed akan semakin sering melontarkan kejutan yang lebih hawkish untuk memperketat kondisi pasar dan mengembalikan inflasi ke jalurnya? "Jawabannya adalah iya. Proses itu bisa dimulai segera setelah konferensi pers FOMC pada Rabu pekan ini," kata ekonom Bloomberg.
"Pivot Powell pada Desember adalah yang memungkinkan Amerika bangkit sebelum terseret resesi. Dalam beberapa bulan ke depan, pivot ke arah sebaliknya [hawkish] bisa berarti pendaratan akan berlangsung lebih sulit dan bergelombang ketimbang yang diprediksi oleh pasar," jelas Wong dan Hallmark.
(rui/roy)