Bloomberg Technoz, Jakarta - Memasuki pekan baru pada hari ini, Senin (29/4/2024), tekanan jual di di pasar surat utang dalam negeri masih belum mereda kendati di pasar global cenderung termoderasi dengan penurunan yield Treasury setelah sempat menyentuh 4,7%.
Surat Utang Negara (SUN) tenor 1Y masih banyak dilepas para pemodal sehingga imbal hasilnya melesat 7,8 bps nyaris ke 7,3% atau lebih tepatnya kini ada di 7,27% berdasarkan data Bloomberg hingga siang hari ini. Hampir semua tenor surat utang RI naik di atas 7%, kecuali tenor 2Y yang masih bertahan di 6,915%.
Tenor 5Y melanjutkan kenaikan ke 7,165%, sedangkan 10Y siang hari ini bergerak ke 7,180% disusul 15Y di 7,222% dan 30Y di 7,126%.
Sejatinya, arus keluar modal dari pasar surat utang sudah lebih kecil dibanding pekan pertama perdagangan setelah libur Lebaran. Mengacu data Kementerian Keuangan, pada 25 April lalu pemodal asing mencatat beli bersih US$58,4 juta sehingga selama empat hari pekan lalu posisi net sell asing mengecil menjadi Rp2,08 triliun. Bandingkan dengan pekan sebelumnya di mana dalam tiga hari perdagangan saja, asing keluar dari SBN hingga Rp9,8 triliun.
Namun, dengan kini pemodal masih menghitung ulang dampak kenaikan BI rate pekan lalu yang dinilai belum akan meredakan secara efektif tekanan pada rupiah, karena sentimen global yang lebih dominan, pelaku pasar sepertinya banyak yang memilih bermain aman keluar dari pasar lebih dulu untuk membatasi kerugian.
Rupiah di awal pekan ini masih bergerak stagnan di Rp16.240/US$, melemah 30 poin dibandingkan posisi penutupan pekan sebelumnya. Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berusaha bangkit dengan penguatan tipis ke 7.097.
Pekan FOMC
Pekan ini, pasar surat utang masih akan disetir oleh pergerakan pasar global di mana perhatian pemodal akan terarah pada hasil FOMC, pertemuan komite terbuka The Fed, pada 30 April-1 Mei nanti.
Pelaku pasar sejauh ini memperkirakan The Fed masih akan menahan lagi bunga acuan mereka di 5,5%. Beberapa data ekonomi baru yang dirilis pekan lalu semakin menggerus kepercayaan pasar akan peluang penurunan The Fed tahun ini di kisaran sesuai harapan.
Setelah mengawali tahun dengan optimisme akan terjadi penurunan bunga acuan Fed fund rate (FFR) antara tiga sampai lima kali atau hingga 150 bps, sebagian karena petunjuk dot plot The Fed, kini pasar terjerembab dalam 'limbo' mendapati perekonomian AS masih sekuat itu. Ekspektasi pun susut menjadi tinggal satu kali pemangkasan tahun ini. Bahkan peluang tidak terjadi pivot sama sekali juga terbuka.
Pada Kamis, pasar bergolak oleh aksi jual besar karena data inflasi PCE kuartal 1 yang jauh di atas perkiraan pasar. Namun, setelah data inflasi PCE Maret keluar sehari setelahnya, dan angkanya sesuai ekspektasi, tekanan jual di pasar Treasury agak mereda.
Menurut Estelle Ou, ekonom Bloomberg LP untuk Amerika, capaian pertumbuhane ekonomi AS pada kuartal 1-2024 sebesar 1,6%, lebih rendah ketimbang prediksi pasar, lebih karena kategori yang volatile membawa angkanya kesana. Namun, perincian dari data pertumbuhan ekonomi itu sebenarnya masih kuat.
Revisi ke atas dari data inflasi PCE, yang menjadi indeks referensi penting bagi The Fed, mengonfirmasi bahwa laju disinflasi di negeri itu telah terhenti. Pasar pun memangkas prediksi penurunan bunga terutama juga karena pernyataan pejabat The Fed, yang dikenal dovish selama ini, menyatakan bahwa saat inilah waktu untuk mengukur ulang, rekalibrasi kebijakan.
Lelang SUN
Esok Selasa, pemerintah akan menggelar lelang SUN dengan target indikatif Rp23 triliun dan maksimal Rp34,5 triliun. Berkaca dari gelar lelang SBSN (sukuk) pada pekan lalu yang mencatat respon minim dari pasar, ada potensi lelang SUN esok mungkin juga tidak semeriah lelang sebelum Lebaran.
Ketidakpastian global masih tinggi yang mendorong peserta lelang meminta yield tinggi dan akan menambah beban bagi pemerintah karena harus menanggung biaya pendanaan (cost of fund) lebih besar dari penerbitan surat utang.
(rui)