Mengutip riset JPMorgan, harga gas masih akan terkoreksi. Sebab pasokan gas diperkirakan berlebih sehingga menekan harga.
Hingga 2030, produksi gas alam diperkirakan tumbuh 2% per tahun menjadi 4.600 miliar kubik ton. Ini akan menghasilkan oversupply 63 miliar kubik ton pada akhir dekade.
Saat harga gas makin murah, maka konversi dari batu bara akan kian marak. Hasilnya, emisi karbon dioksida global bisa berkurang 17%.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara memang cenderung bearish. Terbukti dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 48,64. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset berada di zona bearish.
Meski demikian, indikator Stochastic RSI berada di 64,39. Berada di area beli (long), masih ada ruang untuk akumulasi.
Namun dalam waktu dekat, harga batu bara masih rentan terpangkas. Target support terdekat ada di US$ 131/ton. Jika tertembus, maka US$ 127/ton boleh menjadi target berikutnya.
Adapun target resisten terdekat adalah US$ 138/ton. Penembusan di titik ini berpotensi membawa harga batu bara menuju US$ 146/ton.
(aji)