Bloomberg Technoz, Jakarta - Pekan lalu Bank Indonesia menggagalkan ekspektasi mayoritas pelaku pasar dengan mengerek bunga acuan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Langkah itu ditempuh guna menolong rupiah yang telah menjadi bulan-bulanan ketidakpastian global hingga menjebol level psikologis pelemahan.
Namun, langkah BI itu tidak serta merta ampuh menolong rupiah karena reaksi pasar yang masih berlangsung merespon pengetatan moneter lebih lanjut oleh bank sentral. Aksi jual di pasar surat utang negara membebani rupiah sehingga pelemahan berlanjut.
Sepanjang pekan lalu, imbal hasil SUN terus mendaki. Pada penutupan pasar Jumat pekan lalu, hampir semua tenor SUN kini mencatat yield di atas 7%. Data Bloomberg mencatat, tenor 1Y melonjak hingga 10,5 bps ke 7,033% pada Jumat, disusul oleh tenor 10Y yang naik imbal hasilnya 7,9 bps menjadi 7,154%, lalu 30Y yang juga naik 2,3 bps ke 7,089%.
Sebulan terakhir, lonjakan imbal hasil terbesar dicatat tenor pendek 1Y yang mencapai 77,7 bps, disusul oleh tenor 4Y yang naik 60,3 bps. Tekanan jual di pasar surat utang sudah diantisipasi sejalan dengan kenaikan BI rate dan sentimen buruk global yang juga memicu aksi jual di pasar obligasi dunia.
Bank Indonesia mencatat, selama 2024 ini hingga 25 April lalu, pemodal asing di Indonesia mencatat posisi jual bersih SBN sebesar Rp47,26 triliun. Selama empat hari perdagangan saja, 22-25 April, asing melepas Rp2,08 triliun.
Sedangkan di pasar saham, pemodal nonresiden kian memperkecil posisi net buy mereka dengan kini tinggal Rp9,68 triliun. Kejatuhan indeks saham, IHSG, di ujung pekan lalu hingga 1,7% memuncaki arus jual asing dari pasar ekuitas yang dalam perdagangan empat hari mencapai Rp2,34 triliun.
Namun, asing terlihat masih bertahan di sekuritas bank sentral, Sertifikat Rupiah (SRBI) dengan membukukan net buy Rp1,95 triliun meski nilai beli bersih sepanjang tahun ini semakin susut tinggal Rp9,02 triliun.
Risiko investasi meningkat
Premi risiko investasi di Indonesia masih bertahan di level tinggi sepanjang pekan lalu. Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5Y masih tinggi di kisaran 79,51%, di atas rata-rata pergerakan setahun ini di 74,63. Premi CDS sempat menyentuh level rekor ketika pasar mulai dibuka setelah libur Lebaran 16 April lalu di 81,55.
Kenaikan premi risiko mempengaruhi pergerakan imbal hasil di pasar surat utang. Dengan ketidakpastian global yang masih tinggi, tekanan jual utang mungkin masih akan berlangsung pekan ini meski ada potensi termoderasi sejurus dengan sedikit kalemnya pasar obligasi global.
Pada pekan lalu, yield Treasury 10Y sempat menyentuh 4,7% sedangan 2Y menyentuh 5%. Pasca rilis data inflasi PCE pada Jumat malam yang sesuai prediksi pasar, imbal hasilnya kembali melandai ke 4,663%.
(rui)