Menurut Agus, harga nikel memang mengalami tren penguatan seiring dengan permintaan yang meningkat, khususnya ketika digunakan sebagai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Terlebih, permintaan nikel mengalami peningkatan pesat karena sebelumnya hanya digunakan sebagai bahan baku baja nirkarat (stainless steel).
“Selama ini, sebelum keluar baterai, biasanya dipakai stainless steel, tetapi dari satu ton hanya nol koma sekian persen. Itu selama hampir berapa dekade hanya untuk itu dan juga peralatan perang” ujar Agus.
“Selama itu naiknya tidak terlalu signifikan, begitu baterai keluar pakai nikel, [harga] melonjak,” ujarnya.
Harga nikel yang berada di level US$19.000/ton sekaligus kembali berada di luar ekspektasi pasar.
BMI —lengan riset dari Fitch Solutions Company — sebelumnya memproyeksikan rerata harga nikel untuk tahun ini akan bertengger di US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton.
“Kami memperkirakan dinamika serupa akan membatasi pertumbuhan harga nikel pada 2024 seiring dengan makin majunya produksi dari produsen utama, China Daratan dan Indonesia,” papar BMI dalam laporannya bulan ini.
(wep)