Bloomberg Technoz, Jakarta - Tekanan sentimen negatif pasar global menjalar ke pasar domestik hari ini, Jumat (26/4/2024). Aksi jual para investor terpantau belum terjeda sejak pagi hari baik di pasar surat utang negara maupun di pasar saham.
Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) melonjak di semua tenor di mana tenor 1Y kini semakin naik ke 7,139%, disusul oleh SBN 5Y yang saat ini ada di 7,089% dan SBN 10Y turut melambung imbal hasilnya di 7,170%.
Tekanan jual di pasar surat utang berlangsung bersamaan dengan aksi jual para pelaku pasar di pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan yang dibuka lemah, sampai jelang berakhir sesi satu hari ini masih tergerus sedikitnya 40 poin ke 7.115,98.
Arus keluar modal asing dari pasar investasi portofolio pada akhirnya turut menyeret nilai tukar rupiah yang semakin melemah ke Rp16.226/US$, valuta dengan penurunan terbesar di Asia sampai saat ini.
Merahnya pasar domestik hari ini adalah buntut dari apa yang terjadi di pasar global. Rilis data pertumbuhan ekonomi AS semalam yang mencatat perlambatan diikuti oleh lonjakan inflasi PCE pada kuartal 1-2024, telah meruntuhkan harapan pasar akan penurunan bunga acuan The Fed tahun ini.
Yield Treasury 2Y sudah di 5%, sedangkan 10Y sudah menyentuh 4,7%, memicu gelombang jual di pasar di seluruh dunia dan kembali melambungkan dolar AS sebagai safe haven baru bersama emas di tengah turbulensi pasar.
Dari dalam negeri, tekanan terhadap aset-aset rupiah juga datang dari laporan kinerja fiskal yang kurang baik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati melaporkan, pendapatan negara tercatat Rp620,01 triliun pada kuartal I 2024, menurun 4,1% dari periode yang sama tahun lalu.
APBN pada akhir Maret masih mencatat surplus Rp9,1 triliun atau 0,04% dari Produk Domestik Bruto dengan keseimbangan primer mencatat surplus Rp122,1 triliun.
(rui)