Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mewaspadai konflik geopolitik di Timur Tengah akan menyebabkan tekanan inflasi untuk Indonesia, dan akhirnya berdampak membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024.
Bendahara Negara memaparkan konflik yang terjadi antara Iran dan Israel semakin memanas, dan menjadi pembicaraan para pemimpin negara. Menurut dia, hal ini akan membebani rantai pasok, terutama harga komoditas minyak dan gas (Migas) yang akan cenderung melambung dan membebani anggaran negara.
"Kita masih perlu harus waspada terhadap kemungkinan burden disruption (disrupsi beban), dari rantai pasok, terutama minyak dan gas, karena kondisi di regional masih sangat fluid (dinamis), dan kecenderungan harga minyak yang tinggi, berarti masih akan mempengaruhi APBN dan perekonomian kita, serta menyebabkan tekanan inflasi," papar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN April 2024, Jumat (26/4/2024).
Berdasarkan hasil pertemuan Spring Meering IMF-World Bank dan G20 di Washington DC, Amerika Serikat (AS) pekan lalu, Sri Mulyani memaparkan para pemimpin di seluruh dunia mengamati bahwa tensi geopolitik tidak menurun, justru cenderung meningkat dan menciptakan risiko rambahan ke perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
"Jadi geopolitik masih dan bahkan menjadi headline atau fokus dari para pimpinan dunia dan pembuat kebijakan. ini mempengaruhiu beberapa dampak ekonomi yang signifikan," kata Sri Mulyani.
Dia menceritakan, eskalasi ketegangan antara Iran dan Israel meningkat, bahkan terjadi ada operasi militer terbatas, meskipun seluruh pihak tetap berharap kedua pihak pihak memegang komitmen untuk menghindari perang secara terbuka.
"Namun ketegangan itu terjadi, bahkan sempat konflik militer terjadi, ini harus diwaspadai," tutur Sri Mulyani.
Dari sisi dampak eskalasi geopolitik, dia menjelaskan hal itu berdampak pada pergerakan harga minyak yang sempat menembus angka US$90/barel, meski akhirnya terkoreksi kembali di bawah US$90 dolar/barel.
"Harga minyak brent secara year to date naik 14,3%, WTI naik 17,5% Ytd. Jadi memang ada kecenderungan rambatan harga minyak dalam satu tahun atau antara Januari-Mare bahkan April ini. Dan ini tidak bisa dipungkiri karena ada tekanan dari geopolitik atau ketegangan di Timur Tengah," papar Sri Mulyani.
(lav)