Pembahasan mengenai cukai etanol sebelumnya pernah disinggung oleh PT Pertamina (Persero). Perusahaan pelat merah itu meminta pemerintah menghapuskan cukai etanol yang akan digunakan sebagai bahan baku bauran bioetanol untuk bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan, termasuk konversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengutarakan produksi bensin bauran bioetanol perseroan saat ini bukan ditujukan untuk mencari untung. Sebab, komoditas etanol masih dikenai cukai Rp20.000/liter lantaran dianggap sebagai produk alkohol.
“Jadi kami minta pembebasan cukai supaya kita bisa dorong karena manfaatnya sangat besar. Kita melihat dari sisi regulasi sebenarnya sudah ada. Mandatorinya itu dimulai dari 2015 dengan E2 [bauran etanol 2%], pada 2016 secara aturan harusnya naik jadi E5, lalu 2020 menjadi E10, dan secara gradual meningkat sampai 2025 itu E20," ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Agustus.
Adapun, pemerintah kian serius dalam mengembangkan bahan baku bioetanol yang akan menjadi bahan bakar ramah lingkungan pengganti Pertalite.
Bahkan, pemerintah akan mempersiapkan 2 juta hektare (ha) lahan tebu, di mana setengahnya bakal digunakan untuk bahan baku bioetanol.
“Kita prediksi bahwa dari lahan, konsepnya itu ada lahan 2 juta ha yang akan dikelola oleh Kementerian BUMN, yang dalam hal ini BUMN-nya adalah Perhutani. Di situ separuhnya adalah lahan untuk bahan baku dari bioetanol. Jadi arahnya ke sana," tutur Eniya.
Menurut Eniya, upaya persiapan lahan tersebut merupakan bentuk implementasi dari Peraturan Presiden No. 40/2023, yang di dalamnya mengatur percepatan swasembada gula dan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).
Saat ini, Kementerian ESDM juga terlibat dalam pembahasan aturan turunan dari Perpres 40/2023 yang saat ini tengah disiapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Konversi Pertalite/Pertamax
Dihubungi secara terpisah, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengungkapkan pemerintah saat ini tengah melakukan persiapan lapangan, sehingga target produksi bahan baku tebu untuk bahan bakar berbasis bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa tercapai pada 2027.
“Penyediaan bioetanol yang berasal dari fermentasi tetes [tebu/molasses] digunakan untuk pengganti Pertamax atau Pertalite. [Bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa digunakan] sesuai dengan rencana produksi di Merauke pada 2027,” ujar Yuliot kepada Bloomberg Technoz, Kamis (25/4/2024).
Pemerintah belum lama ini membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024.
(dov/wdh)