“Pembahasan rencana perpres memang sekarang sedang digodok di Kemenko Perekonomian, ini setiap minggu kita membahasnya,” ujar Eniya saat dihubungi Bloomberg Technoz, Kamis (25/4/2024).
Dia menambahkan studi dan kajian mengenai bioetanol yang diolah perlu dilakukan. Sejauh ini, lanjutnya, kajian awal berpotensi telah dilakukan oleh Kementerian BUMN.
Sebagai catatan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya tengah menyiapkan aturan turunan dari Perpres No. 40/2023, yang didalamnya mengatur percepatan swasembada gula dan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).
Dalam perpres tersebut disusun pula peta jalan percepatan swasembada gula dan biofuel yang meliputi, peningkatan produktivitas tebu 93 ton/ha, penambahan area perkebunan tebu baru seluas 700.000 ha, hingga peningkatan produksi bioetanol dari tebu minimal 1,2 juta kiloliter (kl).
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Dida Gardera mengatakan pemerintah telah membuat peta jalan dan akan melakukan finalisasi. Selain itu, pemerintah juta tetap mencari potensi lahan yang dapat dioptimalkan.
“Kedua bagaimana kita mengintensifkan, sekitar sebulan lalu kita ada summit untuk industri tebu, ternyata di Brasil itu kan produktivitasnya jauh lebih besar,” ujar Dida saat ditemui wartawan di kantornya, awal Maret.
Penggunaan Bertahap
Dalam kaitan itu, Kementerian ESDM berencana untuk mendorong penggunaan etanol yang akan digunakan sebagai bahan baku bauran bioetanol secara bertahap serta memperhatikan persediaan dan permintaan bahan baku.
“Rencananya Kementerian ESDM akan mendorong pemanfaatan etanol itu 5% dulu lalu nanti kita arahkan ke 10%, seperti dahulu kita menggulirkan biodiesel. Bertahap dan pastinya akan dilihat secara ekosistem supply demand lalu standar yang harus diterapkan,” ujar Eniya.
Menurut Eniya, mencampurkan etanol 5% ke bensin juga bakal mengurangi tingkat impor bahan bakar minyak (BBM).
Persoalan Cukai
Dengan demikian, Kementerian ESDM terus mendorong pengembangan etanol yang dicampurkan ke bensin, termasuk dari sisi cukai.
“Selama ini diperdagangkan sebagai bahan baku lain belum pernah diperdagangkan sebagai bahan bakar. Nah, itu kan cukainya lain, cukai masih belum dibereskan oleh kementerian terkait,” ujar Eniya.
“Ini usulan kita untuk beresin terlebih dahulu nanti cukainya berbarengan dengan Perpres ini.”
Eniya menggarisbawahi pembahasan tentang cukai harus dimulai seiring dengan rencana pengembangan bioetanol. “Kalau itu akan diterapkan dan pabrik etanol juga akan dibangun, kalau arahnya adalah untuk ke bahan bakar pembahasan tentang cukai harus sudah dimulai.”
Rencana Penggantian
Dihubungi secara terpisah, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan memang bertujuan untuk menyiapkan bahan baku biofuel pengganti Pertalite atau Pertamax yang bakal mulai digunakan pada 2027.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengungkapkan pemerintah saat ini tengah melakukan persiapan lapangan, sehingga target produksi bahan baku tebu untuk bahan bakar berbasis bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa tercapai pada 2027.
“Penyediaan bioetanol yang berasal dari fermentasi tetes [tebu/molasses] digunakan untuk pengganti Pertamax atau Pertalite. [Bioetanol pengganti Pertalite atau Pertamax bisa digunakan] sesuai dengan rencana produksi di Merauke pada 2027,” ujar Yuliot kepada Bloomberg Technoz, Kamis (25/4/2024).
Pemerintah belum lama ini membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024.
Adapun, PT Pertamina (Persero) pada tahun lalu meminta pemerintah menghapuskan cukai etanol yang akan digunakan sebagai bahan baku bauran bioetanol untuk bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan, termasuk konversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengutarakan produksi bensin bauran bioetanol perseroan saat ini bukan ditujukan untuk mencari untung. Sebab, komoditas etanol masih dikenai cukai Rp20.000/liter lantaran dianggap sebagai produk alkohol.
“Jadi kami minta pembebasan cukai supaya kita bisa dorong karena manfaatnya sangat besar. Kita melihat dari sisi regulasi sebenarnya sudah ada. Mandatorinya itu dimulai dari 2015 dengan E2 [bauran etanol 2%], pada 2016 secara aturan harusnya naik jadi E5, lalu 2020 menjadi E10, dan secara gradual meningkat sampai 2025 itu E20," ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, akhir Agustus.
(dov/wdh)