Tidak hanya nikel, timah juga mengalami pelemahan 0,32% menjadi US$31.836/ton. Komoditas ini mulai memasuki tren penurunan setelah sempat menyentuh rekor tertinggi bulan ini, yakni US$35.582/ton pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Akan tetapi, level harga di atas US$30.000/ton tersebut masih terbilang stabil tinggi.
Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) menilai tren perubahan harga timah dunia yang terjadi akhir-akhir ini merupakan siklus tahunan.
Harga komoditas dalam LME, khususnya timah, memang bakal mengalami kenaikan pada kuartal pertama dan kuartal keempat pada setiap tahunnya. Sementara itu, harga akan melandai pada kuartal kedua atau kuartal ketiga.
Plt Ketua Umum AETI Harwendro Adityo Dewanto mengatakan tren penguatan harga timah dunia pada periode tersebut –kuartal pertama dan kuartal empat – berhubungan dengan kondisi musim dingin yang terjadi di China, sehingga bisa menurunkan ketersediaan pasokan timah.
“Di China kalau musim dingin produksi mereka akan berkurang karena salju. Jadi itu berdampak kepada produksi mereka,” ujar Adityo kepada Bloomberg Technoz.
Sebaliknya, komoditas logam non-ferrous lainnya di LME terpantau mengalami penguatan. Alumunium ditutup menguat 0,93% ke level US$2.603/ton pada Rabu dan tembaga naik 0,69% menjadi US$9.773/ton.
(dov/wdh)