Di sisi lain, kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk menguatkan rupiah yang akhir-akhir ini mengalami pelemahan. Apalagi, kata Moshe, pelemahan rupiah bukan hanya terjadi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), tetapi juga terjadi terhadap dolar Singapura.
Menurutnya, pelemahan rupiah justru bakal memberikan beban tambahan bagi negara dari sektor migas seiring dengan kenaikan biaya yang dikeluarkan untuk impor bahan bakar minyak (BBM). Terlebih, selama ini kebutuhan dalam negeri masih didukung oleh impor BBM.
Sebelumnya, Moshe juga sempat menyinggung bahwa kebutuhan BBM mencapai 1,5 juta barel per hari atau barrel oil per day (BOPD). Di sisi lain, produksi di kilang berkisar antara 700.000—800.000 BOPD.
“[Volume impor BBM] juga tidak bisa dikurangi karena produksi dalam negeri kita terus menurun tidak ada penambahan. Di satu sisi permintaan untuk industri dan masyarakat terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan populasi. Kebutuhan energi akan selalu meningkat,” ujarnya.
Walhasil, kenaikan suku bunga menjadi 6,25% pada April memang memberikan dampak kepada pembiayaan proyek migas di Indonesia. Namun, kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk memperkuat rupiah dan mencegah bengkaknya biaya impor BBM.
Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April. Sesuai ekspektasi, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat mengumumkan kenaikan suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,5%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 7%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Rabu (24/4/2024).
(dov/wdh)