Bloomberg Technoz, Jakarta - Pelaku industri sektor pertambangan batu bara mengatakan beban biaya operasional penambang makin meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 6,25% pada April 2024.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menggarisbawahi kenaikan suku bunga acuan tersebut diputuskan di tengah tren pelemahan harga batu bara saat ini bila dibandingkan dengan 2023.
Walhasil, keputusan bank sentral tersebut turut menambah beban penambang batu bara. Terlebih, peambang komoditas energi fosil itu akhir-akhir ini sudah mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari sektor perbankan.
“Untuk pembiayaan batu bara saja makin sulit, apalagi kenaikan suku bunga makin menambah beban biaya perusahaan, apalagi di tengah tren harga [batu bara] yang turun dibandingkan dengan 2023,” ujar Hendra kepada Bloomberg Technoz, Rabu (24/4/2024).

Sebagai catatan, pada Selasa (23/4/2024), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini berada di US$ 136,75/ton; turun 0,91% dari hari sebelumnya. Harga si batu hitam turun 2 hari berturut-turut. Selama 2 hari tersebut, harga terpangkas 3,53%.
Selama sepekan terakhir, kenaikan harga batu bara tinggal tersisa 0,18%. Namun dalam sebulan ke belakang, harga masih naik 6,05%.
Arus Kas
Sebelumnya, pelaku industri sektor pertambangan secara umum juga mengisyaratkan arus kas mereka dalam posisi yang terancam seiring dengan kenaikan suku bunga acuan.
Hendra menilai kenaikan suku bunga menambah rentetan panjang beban operasional perusahaan tambang, khususnya karena pembiayaan sektor pertambangan kini makin sulit.
“Jadi kenaikan suku bunga tentu berdampak, apalagi pembiayaan untuk sektor pertambangan khususnya batu bara makin sulit,” ujar Hendra.

Menurut Hendra, perusahaan pertambangan dalam 2 tahun terakhir telah terbebani dengan peningkatan biaya operasional. Belum lagi, biaya produksi kerap mengalami peningkatan setiap tahun yang disebabkan oleh stripping ratio yang makin besar.
Stripping ratio merupakan perbandingan antara volume massa bantuan yang dibongkar dengan tonase batu bara yang diambil. Stripping ratio yang membesar, kata Hendra, pada akhirnya bakal meningkatkan biaya penambangan.
Tidak berhenti di situ, penambang juga mendapatkan beban tambahan untuk biaya produksi seiring dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Apalagi, kata Hendra, 20% hingga 30% biaya produksi dialokasikan untuk biaya BBM.
“Sehingga kenaikan BBM tentu berpengaruh. Apalagi jika ada kenaikan suka bunga,” ujarnya.
Terakhir, sejak September 2023, perusahaan pertambangan juga wajib menempatkan 30% dari dana hasil ekspor (DHE) di bank nasional dengan jangka waktu minimal 3 bulan. Sehingga, Hendra mengatakan, hal ini menyulitkan perusahaan dalam mengelola arus kas.
Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April. Sesuai ekspektasi, Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat mengumumkan kenaikan suku bunga acuan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,5%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 7%," ungkap Perry dalam jumpa pers usai RDG, Rabu (24/4/2024).
(dov/wdh)