Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah menetapkan target rasio utang pada 2025 berada di kisaran 39,77%-40,14%. Target ini tercantum dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Target rasio utang tersebut melonjak dibanding realisasi 2023 sebesar 38,98%, serta rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) 2024 yang dipatok 38,26%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pihaknya akan mengikuti proses penyusunan APBN 2025 hingga usai.
“Nanti kami ikuti prosesnya, prosesnya siklusnya sudah jelas. Ada penyusunan APBN itu dengan penyusunan KEM-PPKF, nanti ada RKP, nanti ada di DPR,” ujar Febrio saat ditemui wartawan di Aula Dhanapala Kantor Pusat Kemenkeu, Rabu (24/4/2024).
Ia menjelaskan, proses penyusunan APBN dimulai dengan penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kerangka Fiskal (KEM-PPKF), selanjutnya penyusunan RKP, hingga pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Jadi nanti kami ikuti aja ya prosesnya,” pungkas Febrio.
Untuk diketahui, saat ini posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp8.319,22 triliun per akhir Februari. Angka ini naik Rp66,13 triliun dibandingkan posisi akhir Januari.
Kenaikan posisi utang tersebut membawa kenaikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau debt ratio per akhir Februari berada di 39,06%. Naik dibandingkan Januari yaitu 38,75%.
Berdasarkan komposisi, mayoritas (88,19%) utang adalah dalam bentuk obligasi negara atau Surat Berharga Negara (SBN). Total utang dalam bentuk SBN per akhir Februari adalah Rp 7.336,87 triliun, dengan rincian domestik Rp 5.947,95 triliun dan valas Rp 1.388,92 triliun.
Sementara utang dalam bentuk pinjaman (loan) bernilai total Rp 982,35 triliun atau 11,81% dari total utang pemerintah. Pinjaman dalam negeri adalah Rp 35,45 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 946,9 triliun.
(azr/lav)