Menurut Saleh, pengembangan Pertamax Green 92 merupakan langkah yang baik untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan mengurangi tingkat polusi di Indonesia.
Masih Dikaji
Dihubungi secara terpisah, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pengembangan Pertamax Green 92 masih dalam kajian.
Untuk saat ini, kata Irto, perseroan lebih memilih untuk fokus dalam memperluas penyaluran Pertamax Green 95.
“[Pertamax Green 92] masih dalam kajian, sekarang yang sedang kita perluas penyalurannya untuk Pertamax Green 95,” ujar Irto.
Sebelumnya, Irto juga menyinggung alasan perluasan penyaluran Pertamax Green 95 karena permintaan di tingkat konsumen mulai mengalami pertumbuhan, meski belum terlalu besar.
Pertumbuhan itu yang pada akhirnya mendorong Pertamina menambah penyediaan BBM dengan research octane number (RON) 95 dan etanol 5% tersebut di beberapa daerah sesuai dengan pasar.
“Saat ini tersebar 63 outlet Pertamax Green di Jabodetabek dan Jawa Timur. [Sementara itu,] kita ada sekitar 7.800 SPBU reguler dari total 15.000 lembaga penyalur BBM,” ujar Irto.
Namun, Irto memastikan perseroan tetap akan menjual Pertalite yang merupakan JBKP sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah selaku regulator.
Pertamina pada tahun lalu telah mengisyaratkan rencana untuk mengonversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 mulai 2024, meski belum didetailkan kapan persisnya BBM bauran bioetanol 7% (E7) itu mulai dipasarkan.
Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI akhir Agustus, Pertamax Green 92 kemungkinan dibanderol seharga Pertalite alias sekitar Rp10.000/liter. Dengan bauran E7, bahan bakar tersebut diklaim menaikkan RON Pertalite dari 90 menjadi 92.
"Tidak mungkin harga [Pertamax Green 92] diserahkan ke pasar. Tentu ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," ujar Nicke saat itu.
Nicke menjelaskan rencana penghapusan Pertalite merupakan bagian dari program Langit Biru untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Pada program Langit Biru Tahap 1, Pertamina telah menaikkan produk BBM subsidi dari BBM RON 88 Premium menjadi RON 90 Pertalite.
"Dengan harga yang sama, masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan angka oktan yang lebih baik sehingga untuk mesin juga lebih baik, sekaligus emisinya juga menurun," tegas Nicke.
Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membantah Pertamina akan menghapus Pertalite pada 2024.
Dia menjelaskan sebenarnya perusahaan tambang dan minyak milik negara itu mengusulkan skema agar penggunaan bensin dapat lebih efisien dan ramah lingkungan, salah satunya dengan mengkaji produksi Pertamax Green 92.
“Enggak. Semua pembicaraannya dibentuk media, katanya Pertalite akan dihapus. Tidak pernah ada statement itu. Enggak ada, yang ngomong siapa?” ujarnya dalam sebuah acara di Tangerang, awal September.
Di lain sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengonfirmasi rencana konversi bensin Pertalite menjadi Pertamax Green 92 mulai 2024. Akan tetapi, konversi tersebut dilakukan secara terbatas, dengan sejumlah catatan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat ditemui pada medio September membenarkan konversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 adalah bagian dari program Langit Biru besutan Pertamina, yang dirancang untuk beberapa tahap setelah melakukan serangkaian proses evaluasi.
Program Langit Biru pada dasarnya ditujukan agar perusahaan migas milik negara itu memproduksi BBM dengan RON tinggi agar menghasilkan emisi yang lebih rendah demi menjaga kualitas udara
“Sebelumnya sudah [meluncurkan] Pertamax Green 95, tetapi kita punya jadwal-jadwal [untuk] Pertamina. Tahap 1A, 1B, tahap 2, dan 3. Kami evaluasi untuk bisa dilaksanakan itu, ya kami lebih mendalami dahulu programnya itu,” ujarnya.
(dov/wdh)