Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Keuangan mengakui aktivitas ekonomi sepanjang 2024 masih akan diwarnai beragam tantangan yang akan menghambat aktivitas perdagangan global. Tantangan yang dimaksud yakni tensi geopolitik dan fragmentasi ekonomi yang akan berpengaruh terhadap rantai pasol global.
"Selain itu, tekanan nilai tukar dan sektor keuangan, serta perlambatan ekonomi China sebagai negara mitra dagang utama Indonesia," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4/2024).
Menurut World Economic Outlook (WEO) yang terbit pada April 2024, pertumbuhan ekonomi global 2024 diproyeksi akan sebesar 3,2%, masih berada di bawah rata-rata tahunan historis (2000–2019) yang mencapai 3,8%.
Kendati penuh tantangan, Febrio mengatakan pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global dan kondisi geopolitik, termasuk konflik Iran-Israel terhadap ekspor nasional.
"Pemerintah juga akan menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” kata Febrio.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 kembali surplus sebesar US$4,47 miliar, memperpanjang capaian surplus neraca perdagangan Indonesia secara berturut-turut selama 47 bulan sejak Mei 2020. Nilai tersebut lebih tinggi US$1,64 miliar dibandingkan surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 dan lebih tinggi terhadap bulan yang sama 2023 yang tercatat US$2,83 miliar.
Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari-Maret tercatat US$7,31 miliar.
“Capaian positif ini tentunya patut kita syukuri, di tengah ketidakpastian perekonomiam global, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang sangat baik,” tutur Febrio.
Nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar US$22,43 miliar, turun 4,19% (yoy), meski meningkat 16,4% dibanding bulan sebelumnya. Ini sejalan dengan peningkatan harga komoditas ekspor global sepanjang Maret, khususnya untuk komoditas batu bara dan logam mulia.
Jika dilihat secara sektoral, penurunan ekspor terjadi pada industri pertambangan, sedangkan industri pengolahan dan sektor pertanian masih tumbuh cukup baik, sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi di negara mitra utama seperti Amerika Serikat dan India.
Sementara itu, China sebagai mitra utama dengan pangsa 22,44% terhadap total ekspor Indonesia, mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat krisis properti yang juga berdampak pada termoderasinya aktivitas perdagangan Indonesia dan China.
Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari-Maret 2024 tercatat US$62,2 miliar, turun 7,25% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$67,06 miliar.
Sementara itu, impor Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar US$17,96 miliar atau turun 12,76% (yoy), didorong oleh menurunnya impor sektor nonmigas sebesar 16,72% (yoy) di tengah kenaikan impor sektor migas sebesar 10,34% (yoy). Namun, jika dilihat dari sisi volume, impor pada Maret 2024 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,11% (yoy).
Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang modal dan bahan baku penolong menyusut, sedangkan impor barang konsumsi meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang lebaran.
Secara kumulatif, total impor Indonesia pada periode Januari-Maret 2024 tercatat US$54,90 miliar, turun sebesar 0,10% (yoy) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$54,95 miliar.
(lav)