"Sebagaimana Pasal 47 UU Mahkamah Konstitusi menyatakan, Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum,” tulis MK dalam putusannya.
Menurut hakim konstitusi, usai putusan diketok, seluruh aturan di bawah UU Pemilu secara otomatis mengikuti perubahan yang ditetapkan MK. Hal ini termasuk PKPU meski rumusan barunya belum selesai disahkan.
"Justru ketika Termohon [KPU] tidak menjalankan Putusan MK No. 90/2023 akan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum dalam konteks penyelenggaraan Pemilu,"
Majelis hakim pun mengutip sejumlah keterangan ahli yang dihadirkan KPU dan kuasa hukum Prabowo-Gibran. Mereka adalah Margarito Kamis, Andi Muhammad Asrun, dan Edward Omar Sharief Hiariej.
"Bahwa seketika pada saat suatu putusan MK itu berlaku, seketika itu juga peraturan di bawahnya yang bertentangan sesungguhnya bukanlah vernietigbaar atau dapat dimintakan pembatalan," tulis Hakim MK mengutip Eddy Hiariej.
"Tetapi, dia [putusan yang bertentangan dengan UU di atasnya] bersifat nietig atau batal demi hukum."
Tak Ada Gugatan ke KPU Soal Pencalonan Gibran
Mahkamah juga menyoroti respon peserta Pilpres yang kemudian menjadi pemohon PHPU. Menurut para hakim, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tak pernah menunjukkan penolakan terhadap pencalonan Gibran.
Kedua pasangan calon tetap hadir pada acara pengambilan nomor Pilpres 2024. Selain itu juga menerima proses acara depat yang melibatkan Gibran.
Mengutip Eddy Sharief, hakim konstitusi menilai, pemohon sebenarnya punya kesempatan untuk menggugat pencalonan Gibran lewati Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Namun hal ini tidak dilakukan. Artinya, para paslon telah melepaskan haknya atau rechtsverwerking," tulis MK.
Dua alasan ini pun menjadi bukti Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebenarnya tak memiliki bukti pencalonan Gibran tak sesuai hukum. Mahkamah pun tak menemukan alasan untuk mengabulkan permohonan untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dari Pilpres 2024.
"Atas dasar itu, maka layak dan patut berdasarkan hukum agar kiranya Majelis Hakim Konstitusi untuk menolak Permohonan Pemohon a quo," tulis Hakim MK.
(red/frg)