Sedangkan pada semester I-2024, sebanyak 40,3% pekerja mencatat kenaikan upah, lebih rendah dibanding semester 1-2023 sebanyak 43,06%. Pada paruh pertama tahun ini, 58,75% pekerja mengaku upahnya tidak berubah dan 0,96% pekerja menderita penurunan upah.
Sektor jasa kesehatan menjadi lapangan usaha dengan kenaikan upah terbesar di mana 56,2% pekerja di sektor ini menyatakan gaji mereka meningkat pada enam bulan pertama tahun ini. Disusul oleh pekerja di sektor bisnis penyediaan akomodasi dan makan minum, juga sektor usaha pengadaan listrik.
Sementara sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, keluar sebagai lapangan usaha dengan penurunan upah terbesar pada semester 1-2024, di mana sebanyak 4,05% pekerja sektor ini mengaku upah mereka turun, 56,76% pekerja mengaku upahnya tetap dan 39,2% menerima kenaikan upah.
Sektor lain yang juga mencatat perlambatan pertumbuhan upah adalah sektor konstruksi. Sebanyak 3,5% pekerja di lapangan usaha ini mengalami penurunan upah, jauh lebih besar dibanding semester II-2023 yang hanya 1,05% dan 1,54% pada semester 1-2023.
Hasil survei juga mencatat, rata-rata upah pegawai di Indonesia setingkat mandor atau supervisor pada semester 1 tahun ini mencapai Rp5,62 juta per bulan. Sedangkan upah di bawah level supervisor rata-rata di kisaran Rp3,55 juta per bulan.
"Tingkat upah rata-rata tertinggi adalah di sektor usaha pengadaan listrik sebesar Rp9,7 juta per bulan untuk level supervisor dan Rp5,83 juta per bulan untuk level di bawahnya," jelas BI.
Kegiatan Usaha Meningkat
Meskipun dibayangi oleh ketidakpastian terkait penyelenggaran Pemilu dan Pilpres pada Februari lalu, kegiatan dunia usaha di Indonesia pada kuartal 1-2024 tercatat meningkat, berdasarkan hasil survei yang sama.
Itu tercermin dari SBT yang sebesar 14,11%, naik dibanding 13,17% pada kuartal IV-2023. Angka itu juga lebih tinggi dibanding kuartal 1-2023 dengan SBT 11,05%.
"Kinerja seluruh lapangan usaha tercatat positif dengan peningkatan terutama di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan seiring dengan dimulainya panen dan faktor musiman tanaman pangan, perkebunan dan peternakan," kata BI.
Namun, kapasitas produksi terpakai dunia usaha masih belum optimal dengan pemakaian hanya 73,61%, sedikit lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya 73,91%.
Likuiditas Ketat
Hasil survei juga menangkap, kondisi keuangan dunia usaha mulai dibayangi oleh likuiditas yang lebih ketat. Selain itu, kemampuan perusahaan mencetak laba (rentabilitas) juga tidak setinggi kuartal sebelumnya meskipun akses kredit dirasakan lebih mudah.
Saldo Bersih (SB) likuiditas pada kuartal 1-2024 tercatat sebesar 21,32%, turun dibanding kuartal sebelumnya 24,42% sesuai pola musiman. Hanya 27,78% responden yang menyebut kondisi likuiditas mereka lebih baik saat ini, lebih rendah dibanding survei sebelumnya sebanyak 29,62%.
Begitu juga kemampuan perusahaan mencetak laba yang diakui lebih rendah dengan SB sebesar 19,3%, turun dibanding 21,94% pada kuartal sebelumnya.
Meski demikian, hasil survei menyimpulkan, kegiatan usaha pada kuartal II tahun ini akan melanjutkan peningkatan.
(rui/aji)