Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kepastian politik yang muncul dari keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan sengketa Pilpres kemarin, sepertinya tidak banyak berdampak pada nilai tukar rupiah. Rupiah spot sepanjang pagi hingga siang hari ini, Selasa (23/4/2024), bergeming di kisaran lemah Rp16.242/US$ bahkan sempat menyentuh level terlemah di Rp16.248/US$ pagi tadi.

Rupiah seperti acuh tak acuh merespon kepastian bahwa Prabowo Subianto menjadi presiden setelah Joko Widodo mengakhiri kekuasaannya pada Oktober nanti. Padahal, sebelumnya rupiah diprediksi bisa terperosok hingga ke level lebih lemah apabila sampai ada kejutan dari MK yang bisa memicu ketidakpastian baru bagi para investor.

Rupiah yang masih belum segera bangkit dari pelemahan kendati satu ketidakpastian pasar telah tutup buku, tidak bisa dilepaskan dari faktor utama yang menjadi penekan selama ini.

Pelemahan rupiah sejauh ini terutama karena faktor eksternal ketimbang domestik. Dolar Amerika Serikat (AS) yang merangsek semakin digdaya dengan indeks dolar AS sempat menyentuh 107 pekan lalu, masih menjadi faktor utama yang mengikis kekuatan rupiah. Harga dolar AS mahal di mana-mana, bukan hanya di Indonesia.

Pekan ini, para pelaku pasar global juga masih waspada jelang rilis data pertumbuhan ekonomi AS dan inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang akan mempengaruhi prospek kebijakan bunga The Fed ke depan.

Selain itu, lonjakan pelemahan rupiah saat ini juga dipengaruhi oleh eskalasi konflik di Timur Tengah yang masih membebani. Sementara dari dalam negeri, permintaan dolar AS memang memasuki masa puncak menyusul jadwal pembagian dividen korporasi bagi para pemodal asing. Dolar AS yang terus diburu kala suplainya sudah seret akibat arus keluar modal asing, membuat nilai rupiah semakin tak berdaya.

Pasar surat utang tertekan

Dampak keputusan MK yang memberikan kepastian pada pasar sejauh ini juga tidak terlalu mempengaruhi pergerakan imbal hasil surat utang negara.

Yield SUN terlihat masih stabil di level lebih tinggi meski kelihatannya tekanan jual mulai agak kalem. Yield SUN 2Y masih di 7,02%, sedangkan tenor 5Y juga di 7,04%. Tenor 10Y masih bertahan di 7,06%, lebih tinggi dibanding kemarin.

Imbal hasil yang mendatar itu memberi sinyal pelaku pasar bersiap-siap bila BI rate naik esok hari. Meski sejauh ini konsensus ekonom masih memperkirakan BI rate akan ditahan di 6%, namun pasar sepertinya memiliki pertimbangan lain.

Selain faktor bunga acuan dan sentimen pasar obligasi global, pasar surat utang juga masih dibayangi oleh kekhawatiran akan pelebaran defisit APBN pada pemerintahan Prabowo nanti.

Sebagaimana diketahui, Prabowo berniat mengusung program makan siang gratis yang akan menelan biaya lebih dari Rp400-an triliun per tahun. Biaya itu lebih besar ketimbang nilai defisit anggaran negara tahun lalu.

Kebutuhan biaya belanja yang besar itu yang terlihat mendorong pemerintah menetapkan rencana kenaikan rasio pajak tahun depan. Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro yang dirilis oleh Bappenas, pemerintah telah berencana menaikkan rasio pajak jadi 12% dari Produk Domestik Bruto untuk membiayai belanja APBN. Rasio sebesar itu jauh lebih tinggi dibandingkan target tahun ini di 10,2% dan realisasi 2023 yang sebesar 10,21%.

Kekhawatiran terhadap kondisi fiskal RI pada pemerintahan baru nanti ditambah sentimen negatif pasar obligasi global, telah berkombinasi menjadi pemicu keluarnya dana asing dari pasar surat utang negara sepanjang tahun ini.

Sejak awal tahun sampai 18 April lalu, pemodal asing telah mencatat posisi jual bersih surat utang negara sebanyak Rp38,66 triliun. Pada 19 April lalu, nilai modal asing yang hengkang bahkan menembus US$230,6 juta, setara Rp3,74 triliun dengan kurs dolar saat ini. Nilai outflow pada 19 April itu menjadi yang tertinggi sejak akhir Maret lalu terutama dipicu juga oleh serangan Israel ke Iran.

(rui)

No more pages