"Ya kita minta dikeluarkan dari harga tiket lah. Cari cara lain [untuk menggalang iuran tourism fund]."
Dalam Kajian
Di sisi lain, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menilai rencana tourism fund tersebut tidak seharusnya membuat masyarakat khawatir. Dia memastikan wacana dana abadi pariwisata itu tidak akan membebani masyarakat dengan harga tiket yang memang masih dikeluhkan mahal.
"Bahwa ini masih dalam kajian, tentunya kita masih sadari masukan masyarakat bahwa tiket ini masih mahal, oleh karena kita tidak akan menambah beban," katanya dalam Weekly Brief Sandi Uno, Senin (21/4/2024).
"Belum ada keputusan kita harap besar dan tentunya belum ada besaran atau pertimbangan ini masih tahap diskusi dan pembahasan," sambungnya,
Untuk sumber dananya nanti, Sandi mengungkapkan bahwa pemerintah masih akan melakukan pengkajian secara komprehensif.
"Tentunya awal ini adalah anggaran dari pemerintah membentuk dana abadi, hingga bisa mendukung Indonesia branding wisata berkualitas dan berkelanjutan skala internasional dan dunia dan promosi wisata kita," lanjutnya.
Sandi pun mengeklaim bahwa perencanaan iuran dana pariwisata ini akan berjalan dengan transparan dan tidak ada nantinya yang ditutup-tutupi.
Sebelumnya, pakar industri Alvin Lie menuding bahwa pemerintah memiliki rencana untuk memungut iuran dana abadi pariwisata melalui penyesuaian harga tiket maskapai penerbangan.
Pernyataan itu dilontarkan dengan melampirkan gambar undangan Rapat Koordinasi Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden Dana Pariwisata Berkelanjutan pada Rabu (24/4/2024).
Undangan yang diunggah melalui akun sosial media X pribadi milik Alvin menampilkan bahwa rakor tersebut bakal membahas soal pengenaan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan.
“Ada menteri yang gemar teriak bahwa harga tiket pesawat mahal, menghambat pariwisata. Sekarang pemerintah malah akan bebankan iuran pariwisata untuk dititipkan pada harga tiket pesawat,” tulis Alvin melalui unggahan di X.
“Konsumen tahunya harga tiket yang naik, padahal uangnya bukan ke airline [maskapai], piye tho iki?”
(prc/wdh)