Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM pada 2023 mencapai Rp300,3 triliun atau 116% dari target yang ditetapkan sebesar Rp259,2 triliun.
PNBP dari mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp173 triliun atau 58% dari total PNBP sektor ESDM, alias yang menjadi kontributor paling besar.
Adapun, kenaikan harga nikel juga memberikan manfaat bagi pelaku industri karena berpotensi melipatgandakan keuntungan di tengah volume produksi yang relatif tidak mengalami perubahan.
Di sisi lain, hal ini juga tentu memberikan risiko jangka pendek, di mana produsen nikel dalam negeri harus merogoh kocek lebih besar untuk membeli bahan baku. Namun, hal itu bisa dikompensasi dengan kenaikan harga produk turunan.
Sebagai catatan, kenaikan harga nikel ke level di atas US$19.000/ton berada di luar ekspektasi pasar.
Sebelumnya, harga nikel pada 2024 diestimasikan anjlok lebih dalam dari perkiraan awal, seiring dengan masih tingginya risiko surplus pasokan global terutama dari Indonesia. Meski demikian, permintaan nikel tahun ini diperkirakan tetap solid.
Dalam kaitan itu, BMI — lengan riset dari Fitch Solutions Company — memproyeksikan rerata harga nikel untuk tahun ini akan bertengger di US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton.
Nikel terpelanting sepanjang 2023, dengan harga rata-rata tahun lalu turun 15,3% menjadi US$21.688/ton dari US$25.618/ton pada 2022. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.
“Kami memperkirakan dinamika serupa akan membatasi pertumbuhan harga nikel pada 2024 seiring dengan makin majunya produksi dari produsen utama, China Daratan dan Indonesia,” papar BMI dalam laporannya yang dilansir awal April.
(wdh)