“Lumayan terasa (berkurangnya promo). Dulu sering gratis ongkir tanpa ada minimal pembelian. Sekarang harus beli minimal Rp 30 ribu dulu baru bisa gratis ongkir, bahkan ada yang minimal harus Rp 80 ribu,” katanya pada Bloomberg Technoz.
Kondisi tersebut membuat Widoretno mengurangi ketergantungan terhadap belanja daring. Ia mulai kembali berbelanja di supermarket dan toko-toko konvensional, terutama jika barang yang dibelanjakan hanya sedikit.
“Mau tidak mau beli langsung ke toko, jadi ada usaha lebih. Tadinya apa-apa beli online meskipun, misalnya, hanya satu batang sabun. Sekarang harus cari supermarket atau warung supaya tidak bergantung sama (toko) online lagi, apalagi sudah tidak ada promo,” ungkap Widoretno.
Namun, jika waktunya tidak memungkinkan untuk pergi ke toko, Widoretno akan tetap menggunakan aplikasi belanja dan transportasi daring meski harus membayar dengan harga yang lebih mahal. Terlepas dari menurunnya promo, ia masih cenderung berbelanja secara daring karena harga barang yang lebih kompetitif dibandingkan di toko fisik.
Mulai bergantung
Rozaliane Putri atau Ane (30) juga memilih membeli kebutuhannya melalui aplikasi belanja dan transportasi daring karena kemudahan yang ditawarkan.
“Saya menyadari (promo berkurang) tapi berhubung saya (cenderung) malas keluar (rumah) dan merasa sudah sangat terbantu dengan semua kemudahan yang mereka kasih, jadi tetap bayar saja. Walaupun saya sadar ini ongkirnya mahal sekali,” ujar Rozaliane saat dihubungi Bloomberg Technoz.
Ia mengungkapkan dampak pengurangan promo sangat terasa pada aplikasi-aplikasi transportasi daring seperti Gojek dan Grab, khususnya saat digunakan untuk membeli makan. Selain, karena promo yang semakin jarang, adanya biaya-biaya tambahan juga membuat pembelian melalui aplikasi lebih mahal.
Sementara, menurut Ane, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh bila pembelian dilakukan pada aplikasi belanja daring, kecuali jika lokasi pengiriman jauh dan ukuran barang sangat besar.
“Saya mengatasinya dengan cara cari (lokasi) yang dekat kalau berbelanja dengan aplikasi Gojek dan teman-temannya. Misalnya, kalau Go-Food atau Go-Mart, saya akan cari yang dekat saja,” jelasnya.
Ane mengatakan barang yang dibeli langsung ke toko memang lebih murah, namun berbelanja secara langsung membutuhkan usaha dan biaya lebih, termasuk untuk biaya bensin dan parkir, serta tidak ada jaminan barang yang dicari ada.
“Sebenarnya saya cenderung memilih belanja ke e-commerce karena barangnya pasti ada dan tidak perlu pindah-pindah tempat. Saya merasa beli di e-commerce atau platform online itu lebih jelas karena saya tahu barangnya ada atau tidak, sebelum ke sana,” kata Ane.
Konsumen lainnya, Gadis Tri (29) juga merasa keberatan dengan berkurangnya promo di aplikasi, apalagi hal tersebut diiringi dengan penerapan biaya-biaya tambahan.
“Promo berkurang tapi fee, apakah itu service fee atau apapun itu, naik jauh walaupun sudah diumumkan juga oleh mereka akan ada kenaikan fee. Efeknya, kalau pun ada promo, jadi tidak efektif karena orang sudah terlanjur malas dengar fee yang naik. Promo jadi tidak berpengaruh,” jelas Gadis pada Bloomberg Technoz.
Gadis, yang juga memiliki bisnis makanan, mengaku kerap membandingkan harga dari satu aplikasi dengan aplikasi yang lainnya, khususnya dalam pengiriman barang. Selanjutnya menyerahkan keputusan pada pembeli.
“Sekarang lebih dominan (belanja) offline karena promonya sudah tidak berasa. Kalau dulu, masih efektif sekali dan menarik juga. Sekarang, meskipun saya tahu ada e-commerce baru yang menawarkan promo, tetap pilih (belanja) offline karena kalau dihitung sama saja (harganya),” lanjut Gadis.
Selain itu, Faris Husnayain (29), juga mengurangi belanja barang dan makanan pasca berkurangnya promo-promo di aplikasi.
“(Tadinya saya kira) mungkin karena saya user lama jadi berkurang promonya tapi ternyata memang promonya pada hilang. Saya jadi mengurangi behaviour untuk berbelanja dan pesan makan. Alternatifnya, kembali lagi (ke belanja offline),” katanya.
Meskipun demikian, Faris mengungkapkan kedepannya ia masih akan berbelanja secara daring, namun terbatas pada pembelian dengan nominal besar.
“Masih mau (berbelanja daring) sebenarnya tapi akan terbatas ke big buy seperti TV, kulkas, dan handphone. Itu lebih enak (dibeli) online di akun official. Harganya juga bersaing, sementara kalau ke toko konvensional harganya lebih mahal,” tutur Faris.
(tar/wep)