Selanjutnya, terdapat poin perluasan kewajiban bank untuk menyusun dan menyampaikan rencana aksi pemulihan atau recovery plan kepada OJK, yang sebelumnya hanya berlaku bagi bank sistemik dan kini berlaku juga bagi bank umum yang mencakup bank sistemik, bank selain bank sistemik, dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBLN).
“Bagi bank yang telah melakukan kegiatan usaha sejak tanggal 31 Desember 2023, wajib menyampaikan Rencana Aksi Pemulihan kepada OJK untuk pertama kali paling lambat akhir November setelah 1 (satu) tahun sejak Bank telah melakukan kegiatan usaha,” tulis keterangan resmi OJK.
Selain itu, terdapat pengaturan terkait penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank berupa ‘bank dalam pengawasan normal mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya’.
Kondisi tersebut merupakan bank tidak memenuhi kondisi pengawasan normal dan menunjukan kondisi usaha yang memburuk namun belum memenuhi kriteria bank dalam penyehatan, yakni ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, hingga pengelolaan bank uang tidak dilakukan berdasarkan prinsip perbankan yang sehat.
Terakhir, terdapat poin yang menjelaskan adanya bank perantara, yakni bank umum yang hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS sebagai sarana resolusi dengan menerima pengalihan aset atau kewajiban yang ditangani LPS. Perihal itu, bank perantara menjalankan kegiatan usaha perbankan tersebut dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian atau pengaturan lain terkait kelembagaan bank perantara, yakni terkait proses pengajuan izin pendirian bank perantara, proses penilaian kemampuan dan kepatutan pengurus bank perantara, pengecualian pemenuhan ketentuan permodalan bank perantara, hingga pengakhiran bank perantara oleh LPS melalui penjualan seluruh saham.
Dian juga menegaskan, ketentuan ini berlaku untuk seluruh bank umum, baik konvensional maupun syariah. Termasuk, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
“POJK 5/2024 ini juga diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi industri perbankan
Indonesia untuk beradaptasi dengan cepat terhadap kompleksitas dinamika makroekonomi dan keuangan,” pungkasnya.
(azr/lav)