Bloomberg Technoz, Jakarta – Harga timah dunia terus menguat dan mencapai level tertingginya pada April, seiring dengan masih berlanjutnya isu keterbatasan pasokan dunia akibat gangguan produksi dari Asia Tenggara –termasuk Indonesia – hingga Afrika.
Menyitir data London Metal Exchange (LME) pagi ini, Senin (22/4/2024), harga timah dunia menguat 4,72% ke level US$35.582 per ton pada penutupan perdagangan Jumat. Capaian tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi sepanjang April.
LME, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, saat ini memegang setidaknya 40% porsi buy timah untuk pengiriman Mei. Kontrak timah untuk Mei melonjak hingga ditutup dengan harga premium akhir pekan lalu, dibandingkan dengan kontrak berjangka Juni pada Rabu pekan lalu.
Data LME juga menunjukkan harga komoditas logam non-ferrous lainnya turut menguat. Aluminium ditutup menguat 2,08% ke level US$2.669 per ton pada Jumat, tembaga naik 1,45% menjadi US$9.876 per ton, dan nikel melesat 4,13% menjadi US$19.326 per ton.

Imbas Korupsi TINS
Penguatan harga timah bulan ini melebihi ekspektasi pelaku industri yang sebelumnya mengestimasikan logam tersebut sanggup menyentuh rentang US$26.000—US$28.000 per ton pada tahun ini, salah satunya akibat risiko gangguan produksi dari Indonesia di tengah kasus korupsi yang membelit PT Timah Tbk (TINS).
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli belum lama ini mengatakan kepada Bloomberg Technoz bahwa harga timah pada kisaran tersebut juga turut dipengaruhi adanya pola permintaan dan pasokan timah secara global.
“Harga tersebut tentu saja bukan hanya karena pengaruh dari Indonesia saja. Semua akan mengikuti pola supply-demand secara global. Bisa saja akibat kesulitan produksi di negara utama produsen timah lainnya terganggu juga akan mempengaruhi harga,” ujar Rizal.
Sampai dengan kuartal I-2024, Rizal mengatakan terdapat tren kenaikan harga timah dari Januari ke Maret sebesar 13%, dari US$24.452 per ton awal tahun menjadi US$27.727 per ton per hari ini di LME. Hal ini terjadi karena adanya informasi bahwa terdapat hambatan ekspor dari Indonesia.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya sudah menyetujui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari produsen timah agar bisa kembali berproduksi.
RKAB timah yang direstui Kementerian ESDM berasal dari 12 badan usaha dengan kapasitas produksi 44.481,63 ton untuk periode 2024—2026.
Dalam kaitan itu, Rizal menjelaskan Indonesia termasuk ke dalam dua besar negara pemasok logam timah, yang kebanyakan berasal dari Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau.
Namun, lanjutnya, terdapat laporan yang mengatakan bahwa kinerja pertambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung anjlok pada 2024, salah satu penyebabnya berkaitan dengan kasus korupsi TINS.
“Memang akhir-akhir ini kita mendapatkan informasi adanya beberapa kasus yang sedang disidik oleh APH [aparat penegak hukum]. Mudah-mudahan, kasus ini bisa segera diselesaikan sehingga geliat produksi timah dapat berlanjut kembali. Pembenahan tata kelola komoditas timah perlu dilakukan agar semua berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku,” ujarnya.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)