Penasihat Departemen Luar Negeri AS Derek Chollet mengatakan pada pekan ini di Jakarta bahwa Washington sedang merencanakan sanksi baru yang akan menghambat pendapatan dan kemampuan junta militer Myanmar untuk membeli senjata, meskipun dia tidak menjelaskan secara spesifik perihal rencana tersebut.
Chollet bertemu dengan menteri luar negeri Thailand di Bangkok pada Kamis dan mereka bertukar pandangan tentang perkembangan regional yang penting, termasuk situasi di Myanmar, menurut sebuah pernyataan.
Washington telah melakukan konsultasi intensif dengan Thailand dan Korsel, menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut. Impor dari Myanmar tahun lalu menyumbang 16% dari total pasokan gas alam Thailand, yang merupakan lebih dari setengah campuran pembangkit listrik negara itu, menurut Kementerian Energi Thailand.
Seorang juru bicara Departemen Keuangan AS mengatakan badan tersebut tidak meninjau potensi atau kemungkinan tindakan sanksi. Departemen Luar Negeri AS juga tidak segera menanggapi permintaan komentar melalui surel. Adapun, juru bicara pemerintah untuk Thailand dan Myanmar tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia(HAM) telah menekan AS untuk memberlakukan pembatasan terhadap MOGE, kunci dari sektor yang menghasilkan miliaran dolar bagi rezim Jenderal Min Aung Hlaing sejak dia menggulingkan pemerintah sipil lebih dari dua tahun lalu.
Sanksi terhadap MOGE berpotensi mengurangi dana devisa yang membantu membiayai penindasan militer terhadap protes warga sipil dan kelompok etnis di negara yang kekurangan uang.
Myanmar memperoleh sekitar US$ 2,13 miliar dari ekspor gas dari Januari hingga Juli 2022, menurut data dari Kementerian Perencanaan dan Keuangan, yang tidak merinci penerimanya. Secara terpisah, media Pemerintah Myanmar mengatakan negara itu tahun lalu mengekspor gas alam senilai US$ 1,43 miliar ke China, dengan sekitar 12 miliar meter kubik gas mengalir setiap tahun melalui pipa yang menghubungkan Negara Bagian Rakhine ke Provinsi Yunnan.
AS dan sekutunya di Eropa telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap individu dan entitas yang terkait dengan upaya rezim untuk menghasilkan pendapatan dan pengadaan senjata, menargetkan kementerian, perusahaan negara, serta kepemimpinan senior dan anggota keluarga mereka.
Mereka yang ditunjuk tunduk pada pembekuan aset dan larangan perjalanan, dan entitas dilarang menyediakan dana bagi mereka yang terdaftar.
AS mengancam pimpinan MOGE dengan sanksi awal tahun ini meskipun akhirnya batal. Aksi itu menuai kritik dari para aktivis yang telah mendorong Washington untuk membatasi salah satu sumber pendapatan terpenting junta setelah Uni Eropa melakukannya sebelumnya.
“Saya tidak berpikir sanksi MOGE akan memotong gas, tetapi itu bisa membuat lebih sulit untuk mendapatkan pendanaan, asuransi, dan sebagainya,” kata Zachary Abuza, seorang profesor di National War College di Washington.
Posco International, anak perusahaan pembuat baja Korea Selatan Posco Holdings Inc., adalah pemegang saham mayoritas di salah satu ladang gas alam terbesar di Myanmar dan memiliki saham minoritas di saluran pipa.
Thomas Andrews, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan tahun lalu bahwa ladang gas menghasilkan hingga US$ 400 juta untuk MOGE setiap tahun
Karena Thailand mengurangi impor gasnya dari Myanmar setelah kudeta, Negeri Gajah Putih terpaksa beralih ke harga gas alam cair spot yang mudah berubah dan lebih mahal.
Kekhawatiran keamanan energi mendorong PTT Exploration & Production Pcl milik negara Thailand tahun lalu untuk mengambil alih lapangan gas lepas pantai Yadana Myanmar, setelah TotalEnergies SE dan Chevron Corp menarik diri sebagai protes atas kekerasan junta terhadap warga sipil.
Chevron berencana hengkang pada paruh kedua 2023, menurut sebuah laporan tahunan.
Min Min Oo, juru bicara Kementerian Energi Myanmar, mengatakan agensi tidak dapat menerima pertanyaan terkait dengan MOG dan sanksi pada saat ini. Posco Holdings mengatakan dalam pernyataan melalui surel bahwa mereka memantau situasi dengan cermat karena AS belum mengumumkan sanksi tambahan terhadap Myanmar. PTTEP tidak segera menanggapi permintaan komentar.
PTTEP juga memegang 80% kepentingan ekonomi di sebuah lapangan di Myanmar bernama Zawtika, sedangkan MOGE memiliki 20% sisanya. Perusahaan juga mengatakan telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko gangguan pasokan akibat kerusuhan di Myanmar, dan menyiapkan pengadaan LNG tambahan dari tempat lain untuk menutupi kerugian.
“Ini bukan tentang keamanan energi Thailand, ini tentang hubungan yang nyaman antara elit militer kedua negara. Namun, orang Thailand mengatakan bahwa ini tentang keamanan energi, jadi kami mengakomodasi mereka,” kata Abuza.
Departemen Keuangan AS mengatakan secara terpisah dalam sebuah pernyataan pada Jumat bahwa sanksi terhadap Myanmar juga akan mencakup pasokan bahan bakar jet ke militer setelah serangan udara yang menargetkan warga sipil.
--Dengan asistensi Patpicha Tanakasempipat, Khine Lin Kyaw, Ann Koh, Heesu Lee, Niluksi Koswanage dan Daniel Flatley.
(bbn)