Logo Bloomberg Technoz

Profil R.A. Kartini

Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat atau kerap disapa RA Kartini merupakan seorang tokoh wanita kelahiran Jawa yang lahir pada tanggal 21 April 1879. Kartini merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang lahir dari keluarga bangsawan Jawa.

Kartini merupakan putri dari bangsawan Raden Mas (RM) Adipati Aryo Sosroningrat, seorang patih yang menjadi Bupati Jepara setelah Kartini lahir, sedangkan ibu dari Kartini adalah Mas Ajeng Ngasirah, yang merupakan putri dari putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

RM Sosroningrat merupakan seorang Bupati Jepara tahun 1880. Selain menikahi Mas Ajeng Ngasirah, ia juga menikahi Raden Ajeng Woerjan yang dikaruniai tiga anak. Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.

Perjuangan Kartini

Masa-masa Kartini menempuh pendidikan menemui tantangan tersendiri. Ayahnya tidak pernah memberikan dukungan pada Kartini untuk bisa belajar di bangku sekolah, dan menyuruh Kartini berada di rumah seperti perempuan ningrat kebanyakan.

Dalam kehidupan sehari-hari, Kartini dipaksa menjadi seorang putri bangsawan yang kalem dan tidak banyak melakukan kegiatan. Bahkan cara bicaranya diatur, harus lemah lembut dan lirih.

Kebiasaan lain yang harus dijalani oleh Kartini yaitu cara berjalannya. Dia harus berjalan setapak demi setapak sambil menundukkan kepala jika berpapasan dengan anggota keluarga yang lebih tua.

Kehadiran seorang sahabat di masa pingitan, Letsy Detma, menjadi pelipur lara. Letsy banyak menceritakan dunia luar kepada Kartini. Dia juga banyak membaca buku sehingga dapat mengambil ilmu dari buku-buku yang dibaca. 

Walaupun berada di masa pingitan, Kartini berhasil melakukan banyak perubahan. Aturan-aturan pingitan pun melonggar, dan membuatnya diizinkan untuk mengikuti tugas ayahnya ke desa-desa di Jepara agar dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat di sana. 

Kartini juga pernah melakukan perjalanan dinas bersama ayahnya ke Batavia untuk mendapatkan beasiswa pendidikan di Belanda. Akan tetapi, usahanya tersebut gagal. Namun, hal tersebut tidak menghentikan upaya Kartini menyebarluaskan pendidikan kepada kaum perempuan di zaman itu.

Seiring berjalannya waktu, Kartini berhasil mendirikan sebuah sekolah. Murid-muridnya dapat mengenyam pendidikan, terutama belajar hal-hal dasar seperti membaca, menulis, hingga menggambar. Kartini juga mengajarkan tata krama, sopan santun, membuat kerajinan tangan, hingga memasak.

Pernikahan hingga Akhir Hayat R.A. Kartini

Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang, K. R. M. Adipati Aryo Singgih Djojoadhiningrat pada tanggal 12 November 1903.

Pada pernikahan tersebut, Kartini memberikan syarat agar Kartini diperbolehkan untuk mendirikan sekolah sekaligus menjadi pengurus di sekolah tersebut.

Suaminya, Adipati Aryo Singgih Djojoadhiningrat mengerti atas keinginan dan kegigihan Kartini yang ingin diberikan kebebasan untuk mendirikan sekolah wanita.

Alhasil, Kartini mendirikan satu sekolah wanita yang bertempatan di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang, yang kini bangunan tersebut digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Pernikahan antara Kartini dengan Aryo Singgih, membuahkan satu-satunya anak yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat, yang lahir pada 13 September 1904.

Setelah melahirkan Soesalit, Kartini meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904, yang saat itu sedang berusia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Setelah wafatnya Kartini, Jacques Abendanon, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirim Kartini kepada kerabat-kerabatnya.

Pada Tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi ‘Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran’ yang diterjemahkan oleh empat saudara.

Selanjutnya, Pada Tahun 1938, terbitlah buku Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan pujangga baru.

Terbitnya surat-surat Kartini sangat menarik perhatian masyarakat Belanda dan mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa.

(dec/del)

No more pages