Menurut dia, dari jumlah tersebut kemudian dibagi di antara para pegawai maskapai yang terlibat. Fee yang cukup besar juga diberikan kepada para kurir dalam jaringan ini.
"Untuk pengantarnya ada yang Rp6 juta, ada yang Rp3 juta. Itu kisaran upah para tersangka," ujar Arie.
Selain tujuh orang yang ditangkap, saat ini, polisi tengah mencari tiga orang lainnya yang masih bersatus buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO). Akan tetapi, belum ada informasi tentang peran tiga tersangka ini dalam jaringan pegawai maskapai tersebut.
"[Berinisial] Y, PP, dan E," kata Arie.
Modus dan Kronologi Penyelundupan Narkoba
Narkoba berupa 5 kilogram sabu dan 1.841 butir pil ekstasi awalnya berada di rumah HF. Narkoba kemudian diambil dan dibawa seorang kurir berinisial JD dari rumah MF ke dekat Bandara Kualanamu.
JD kemudian menyerahkan narkoba tersebut kepada DA dan RD yang tengah bertugas sebagai pegawai Lavatory Service. Keduanya kemudian membawa masuk narkoba dengan menggunakan mobil Lavatory Service sehingga lolos dari pemeriksaan barang bawaan.
Di bandara, DA dan RD kemudian menjemput seorang kurir berinisial MRP yang telah menyamar dan berada bersama dengan para penumpang lain untuk perjalanan Medan-Jakarta. Berbeda dengan penumpang lain, MRP saat berada di area lepas landas tak menggunakan bus untuk menuju ke pesawat. Dia justru naik ke mobil lavatory service tempat DA dan RD berada.
Dalam perjalanan menuju pesawat, DA dan RD kemudian menukar tas kosong yang dibawa MRP dengan tas yang berisi 5 kg sabu dan 1.841 pil ekstasi. Usai pertukaran, MRP naik pesawat menuju Bandara Soekarno Hatta.
Seperti prosedur umum, MRP berpeluang lolos membawa narkoba karena tak ada lagi pemeriksaan barang kepada penumpang yang turun dari pesawat. Akan tetapi, kali ini berbeda, kepolisian telah menerima informasi tentang pergerakan jaringan ini yang kemudian menangkap MRP usai mendarat di Bandara Soekarno Hatta.
(red/frg)