Kejatuhan rupiah tertekan oleh arus keluar modal asing yang masif dari pasar surat utang dan saham. Laporan Bank Indonesia hari ini, nilai capital outflow yang mencapai Rp21,46 triliun hanya dalam rentang 16-18 April saja.
Pemodal asing melepas Rp9,79 triliun surat berharga negara (SBN), lalu sebanyak Rp3,67 triliun di saham dan di Sertifikat Rupiah sebesar Rp8 triliun.
Alhasil, sepanjang tahun ini sampai data 18 April, nonresiden mencatat posisi jual neto Rp38,66 triliun di pasar SBN, beli neto Rp15,12 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.
Menkeu dan Gubernur BI Angkat Bicara
Dua punggawa utama sistem keuangan Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur BI Perry Warjiyo pada Jumat kemarin, berbarengan mengeluarkan pernyataan perdana pasca rupiah jatuh menembus level terlemah sejak April 2020.
Dua pejabat itu tengah berada di Washington DC, menghadiri pertemuan IMF-Bank Dunia. Dalam pernyataan tertulisnya, Perry menyatakan BI memastikan melanjutkan intervensi demi menjaga stabilitas rupiah.
"Bank Indonesia akan terus memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga melalui intervensi valas dan langkah-langkah lain yang diperlukan," demikian pernyataan Perry dikutip dari website resmi Bank Indonesia.
Perry bilang, perekonomian Indonesia termasuk salah satu negara emerging market yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan Fed Fund Rate (FFR) dan peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Sementara itu, Sri Mulyani dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg TV menyatakan, kombinasi kebijakan fiskal dan moneter dalam situasi saat ini menjadi sangat penting. Bendahara Negara memastikan, koordinasi dengan BI dilakukan terus menerus.
"Dalam kasus ini, BI tentu harus menetapkan kebijakan suku bunga acuan, untuk merespons nilai tukar rupiah. Untuk kami dari sisi fiskal, kami harus memastikan bahwa anggaran bisa memainkan peran sebagai peredam gejolak secara efektif dan kredibel," kata Sri Mulyani sembari menambahkan bahwa pemerintah perlu memastikan defisit anggaran berada di bawah 3%, sesuai aturan undang-undang, sehingga belanja negara juga dituntut lebih selektif.
Ini menjadi sinyal paling kuat terbaru dari Bendahara Negara tentang BI rate sejauh ini. Hasil konsensus 22 ekonom yang dihimpun Bloomberg sampai Jumat lalu, masih memperkirakan BI Rate bakal ditahan di 6% dalam RDG pekan depan. Hanya tujuh ekonom yang memprediksi BI akan mengerek bunga acuan pekan depan sebesar 25 bps menjadi 6,25%.
(rui/aji)