"Semakin BI agresif intervensi, maka semakin ketat likuiditas di perbankan, yang pada akhirnya berujung juga pada kenaikan suku bunga di pasar uang sekunder," kata Satria.
Berdasarkan analisis Bahana Sekuritas, bank sentral melakukan intervensi rupiah minimal sekitar US$250 juta per hari. Jika intervensi dilakukan dalam jumlah yang relatif sama sampai akhir April, maka cadangan devisa bisa merosot hingga US$4 miliar.
Selanjutnya, jika memperhitungkan utang luar negeri yang jatuh tempo, kebutuhan valas domestik dari pembayaran dividen serta impor migas, maka cadangan devisa bisa turun di kisaran US$4 miliar-US$6 miliar.
Melihat data terakhir, nilai cadangan devisa sudah terkuras US$6 miliar hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini, ketika rupiah bahkan masih mencatat pelemahan 3% pada periode yang sama. Penurunan nilai cadangan devisa sudah berlangsung sejak Januari dan memuncak pada Maret lalu, anjlok US$3,6 miliar yang menjadi penurunan bulanan terbesar sejak Mei 2023.
Meski BI menyebut posisi cadangan devisa Maret tersebut masih memadai, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Namun, tren penurunan cadev yang kian besar patut diwaspadai.
SMI Bicara Strategi Meredam Gejolak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan berkolaborasi erat dengan BI dalam menghadapi dampak gejolak geopolitik dan ekonomi global, terutama terkait pelemahan nilai tukar rupiah.
"Kami harus memastikan bahwa stabilitas makro berlanjut untuk terkelola. Dari sisi fiskal dan moneter, kami bekerja sangat erat dengan Gubernur BI Perry warjiyo untuk menyesuaikan posisi makro demi beradaptasi dengan level baru dari tekanan yang ada," ujar Sri Mulyani dalam wawancaranya dengan Bloomberg TV di sela-sela Pertemuan IMF-World Bank di Washington, AS, Jumat (19/4/2024).
Sri Mulyani bilang, kombinasi antara kebijakan fiskal dan moneter untuk mengelola stabilitas makro yang hati-hati akan menjadi sangat penting. Dalam hal ini, menurut dia, BI perlu menetapkan kebijakan suku bunga acuan demi meredam volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Dalam kasus ini, BI tentu harus menetapkan kebijakan suku bunga acuan, untuk merespons nilai tukar rupiah. Untuk kami dari sisi fiskal, kami harus memastikan bahwa anggaran bisa memainkan peran sebagai peredam gejolak secara efektif dan kredibel," tegas Sri Mulyani.
Ini menjadi sinyal paling kuat terbaru dari Bendahara Negara tentang BI rate sejauh ini. Hasil konsensus 22 ekonom yang dihimpun Bloomberg sampai siang hari ini masih memperkirakan BI rate bakal ditahan di 6% dalam RDG pekan depan. Hanya enam ekonom yang memperkirakan BI akan mengerek bunga acuan pekan depan sebesar 25 bps menjadi 6,25%.
Dalam pernyataan terbaru hari ini di sela pertemuan IMF dan Bank Dunia di Washington DC, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, BI akan terus memastikan stabilitas rupiah tetap terjaga melalui intervensi valas dan langkah-langkah lain yang diperlukan.
Pernyataan itu menjadi sinyal kekukuhan bank sentral memakai pendekatan triple intervention dalam menjaga rupiah, yaitu intervensi di pasar valas spot, forward dan pasar surat berharga negara. Pernyataan itu diperkuat lagi oleh pejabat bank sentral lain siang ini di tengah tekanan pada rupiah yang belum terjeda hingga menyentuh Rp16.282/US$.
"Kami masuk ke pasar lebih luas untuk mempertahankan kepercayaan diri pasar," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, dilansir dari Bloomberg siang ini.
Pendekatan intervensi langsung ke pasar masih menjadi pilihan BI bahkan ketika posisi cadangan devisa sudah terkuras US$6 miliar dalam tiga bulan tahun ini.
Jelang penutupan pasar hari ini, rupiah masih tertekan melemah di kisaran Rp16.260/US$ di kala mata uang Asia lain juga tergerus dominasi dolar AS.
(lav/rui)