"Di lapangan akan lebih banyak tidak sesuai dengan data yang kita terima," menurutnya.
Hasil rapat koordinasi antarkementerian/lembaga yang dilakukan kantor Kemenko Polhukam lainnya, kata Hadi, bahwa korban permasalahan ini telah sampai ke tingkatan jenjang sekolah paling dini, yakni Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
"Korban dari disabilitas anak-anak SD, SMP, SMA, bahkan PAUD menjadi korban," ujarnya.
Selain itu, Hadi juga merinci usia korban yang rata-rata berada di usia 12-14 tahun termasuk anak yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren turut terimbas.
"Yang sering menjadi korban dan pelakunya adalah justru orang yang dikenal dan orang dekat," ucapnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari National Center For Missing Exploited Children (NCMEC), Hadi menyebut temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus.
Indonesia pun masuk pada posisi peringkat empat secara internasional. Dan melesat pada posisi peringkat kedua regional dalam ASEAN.
Hadi juga meyakini angka tersebut sepenuhnya tak menggambarkan terkait kasus sebenarnya yang terjadi di lapangan. Pasalnya berdasarkan laporan statistik dari Kabareskrim Wahyu Widada dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang turut hadir dalam rapat tersebut diklaim masih banyak masyarakat yang enggan melapor meski anaknya menjadi korban pornogafi.
"Karena ada juga korban-korban tidak mau melaporkan kejadian sebenarnya menutupi karena takut aib dan sebagainya," pungkasnya.
Kemenkominfo sendiri sudah menjalankan tugasnya memutus akses konten pornografi sebelum adanya kasus pornografi melibatkan anak meroket hingga sekarang.
Tercatat per 14 September 2023, Kemenkominfo telah memutuskan akses terhadap 1.950.794 konten senonoh tersebut.
"Semuanya sudah di-take-down. Dari apa yang terjadi upaya-upaya yang bisa memitigasi menyelesaikan masalah ini sebenernya sudah ada," pungkasnya.
(dec/ros)