Erick menggambarkan inflasi AS sebesar 3,5% membuat langkah bank sentral AS Federal Reserve menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
"Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick di Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$85,7 dan US$90,5 per barel.
"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," kata dia.
Erick menyampaikan dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp16.000-Rp16.300 per US$ dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp 16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Erick menilai suituasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.
"Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia," sambung Erick.
Oleh karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.
Pertamina dan BRI Bersuara
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina secara intens terus memantau perkembangan terkini dan dampak memanasnya geopolitik terhadap rantai pasok energi global. Nicke menyebut fluktuasi minyak dunia akan kian dinamis pasca meningkatnya ketegangan yang terjadi di timur tengah.
"Kita sejak awal telah menyiapkan upaya dalam mengendalikan biaya, mulai dari seperti pemilihan crude yang optimal, pengelolaan inventory, efisiensi biaya pengangkutan dan maksimalisasi produksi high valuable product," ujar Nicke.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso memastikan BRI akan menerapkan langkah ketat dalam rencana aksi korporasi ke depan. BRI, lanjut Sunarso, juga berkomitmen penuh menjaga porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak secara proporsional.
"Tentu seperti arahan Pak Menteri, kita akan melaksanakan uji stres dan juga memonitor dengan saksama dampak ekonomi dan geopolitik global terhadap kondisi di tanah air," kata Sunarso.
(lav)