Di sisi lain, kata Suahasil, ada aturan yang memastikan bahwa devisa hasil ekspor Indonesia terutama sektor ekstraktif seperti pertanian dan perkebunan dapat dibawa kembali ke Indonesia.
“Jadi ini sekaligus bisa kami imbau untuk seluruh devisa hasil ekspor kita dari para eksportir bawa pulang ke Indonesia. Yang memang sudah sesuai dengan aturan ditaruh di dalam negeri untuk periode waktu tertentu,” kata Suahasil.
Suahasil mengimbau jika devisa hasil ekspor ditaruh dalam negeri dalam waktu yang panjang dalam bentuk deposito pajaknya akan dibebaskan. Pajak atas bunga nantinya akan diberikan insentif.
“Ini merupakan insentif yang diberikan oleh pemerintah supaya devisa hasil ekspor kita itu datang, karena kita tuh mengekspor cukup banyak. Kalau dia pulang itu akan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia,” tutur Suahasil.
Menteri Erick Thohir sebelumnya mengatakan, situasi geopolitik semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran. Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$85,7 dan 90,5 dolar AS per barel.
Erick menyampaikan dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari kebelakang. Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Erick menilai situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.
"Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia," sambung Erick.
Oleh karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi
dampak global melalui peninjauan ulang ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," ujar Erick.
(lav)