Di tengah peningkatan ketidakpastian tersebut, OJK menyatakan fundamental perekonomian Indonesia terjaga baik, terlihat dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran 5%, inflasi yang berada di rentang target Bank Indonesia (BI), neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus, cadangan devisa yang memadai, serta masih tersedianya ruang fiskal.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan, hingga Februari 2024, eksposur lembaga jasa keuangan secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas.
“Surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp1,3 triliun atau 0,06% dari total surat berharga yang dimiliki perbankan, sementara asuransi dan perusahaan pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah,” kata Aman dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (18/4/2024).
Sementara itu, di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp65,73 triliun atau sekitar 2% dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1% dari total aset perbankan.
Ke depan, buffer untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan di tengah potensi eskalasi konflik di Timur Tengah dinilai masih cukup memadai, mempertimbangkan kondisi tingkat permodalan yang tertinggi di Kawasan, risiko nilai tukar yang cukup terkendali yang terlihat dari Posisi Devisa Netto (PDN) Perbankan harian posisi awal April 2024 yang jauh di bawah threshold (1,67% dengan threshold 20%), serta likuiditas dalam mata uang rupiah dan valas yang masih ample.
“Namun demikian, OJK akan tetap mencermati perkembangan risiko pasar lembaga jasa keuangan dan mencermati pembiayaan ke sektor-sektor yang memiliki exposure tinggi terkait konflik di Timur Tengah, termasuk mencermati kondisi individual lembaga jasa keuangan,” ujarnya.
(lav)