Barclays juga memprediksi BI akan memberi sinyal bahwa Dewan Gubernur terbuka terhadap potensi kenaikan bunga acuan lebih lanjut ke depan. "Kenaikan bunga acuan pekan depan akan memberi sinyal saja bagi pasar ketimbang membawa pengaruh serta merta pada rupiah. Dengan perbedaan tingkat bunga dengan Amerika, kenaikan 25 bps hanya akan menggeser sedikit minat ke rupiah," jelas ekonom.
Adapun pemulihan kekuatan rupiah yang berkelanjutan masih lebih banyak bergantung pada berkurangnya tekanan global dari penguatan dolar AS.
Meski diperkirakan akan mengerek bunga acuan pekan depan, Barclays masih mempertahankan skenario bahwa BI rate berpotensi turun kembali ke level 5% seperti pada akhir 2019 pada akhirnya nanti dengan pemotongan 25 bps setiap kuartal mulai kuartal 1-2025 nanti.
Rupiah dibuka menguat pagi ini di pasar spot ke level Rp16.155/US$ seiring dengan rebound mata uang Asia memanfaatkan koreksi indeks dolar AS dan kembalinya pemodal ke pasar surat utang.
Sementara pergerakan yield di pasar surat utang negara memperlihatkan pelaku pasar sudah bersiap akan terjadinya kenaikan BI rate pekan depan. Yield INDOGB tenor 2 tahun naik 21 bps ke 6,95% mengindikasikan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan naiknya suku bunga Bank Indonesia dalam waktu dekat.
Yield spread INDOGB 10Y dan 2Y semakin tipis hanya 2 bps mencerminkan kurva yield yang datar (flattish) di rentang tenor pendek dan menengah. Selisih yield 30Y dan 10Y juga menipis hanya 12 bps dari 27 bps pada awal perdagangan sebelum libur Lebaran.
"Investor asing tampaknya khawatir pelemahan Rupiah akan berlanjut hingga level Rp16.500/US$ atau bahkan lebih ekstrem ke Rp17.000/US$," kata Research Team Mega Capital Sekuritas dalam catatannya hari ini.
Apabila BI menaikkan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur minggu depan, maka yield 10Y INDOGB masih akan naik lagi hingga 7,20-7,40% yang diikuti kenaikan batas bawah JIBOR 1 bulan sebesar 25 bps menjadi 6,90%.
(rui)